Be A Radically Open-minded Leaders
Hari itu hari Sabtu siang, panas terik, kami sedang berada di kantor CIPD Singapore (Chartered Institute
of Personel and Development).
Sekitar 50-an peserta mendengarkan sharing session beberapa profesor, senior consultan dan praktisi dari berbagai industri.
Perhatian saya tertuju kepada Profesor Andreas Raharso, seorang profesor INSEAD yang hari itu ikut sharing session kepada kami.
Kami memanggilnya dengan akrab Om Andre.
Beliau hari itu sharing tentang trend terbaru di Industri 4.0 dan peran penting Artificial Intelligence
di dalamnya.
Tetap saja sebuah organisasi akan sangat tergantung pada leadernya.
Dan di sinilah leader harus benar benar mempunyai open mind.
Begitu banyak hal yang akan berubah, the world will be even more uncertain, volatile, complex and ambigue (remember VUCA?), well, it will be VUCA at the extreme level.
Lihat saja trend yang misalnya terjadi
di dunia perhotelan.
Tadinya hotel-hotel terkotak-kotak dengan kategori bintang tiga,
empat dan lima
Kemudian Accor group dari
Perancis membuat kategori sendiri
(Formule 1, Ibis, Novotel, Sofitel)
Kemudian dunia perhotelan kembali digoyang oleh situs booking online
Selanjutnya disrupsi terjadi lagi dengan AirBnB
Eh, sekarang sudah ada Home Exchange di mana anda bisa liburan gratis di rumah orang lain di negara lain, asalkan anda bertukar rumah dengan mereka.
Kita melihat perubahan yang terus menerus terjadi.
Dan mempelajari masa lalu ternyata bukan jaminan bahwa anda atau organisasi anda akan sukses di masa depan.
Ini waktunya kita membuka mata dan pikiran kita selebar-lebarnya tentang trend yang akan terjadi di masa depan.
Stop learning about the past.
Stop solving the current problem.
Start to develop your organization to build the capability (and capacity) that they need in the future.
Di situlah pentingnya mempelajari consumer behavior, trend dan menganalisa data.
Be an open mind leader,
be an extremely open-mind leader,
be a radical open mind leader.
How to do that?
Profesor Andreas Raharso dari INSEAD merekomendasikan empat langkah di bawahan ini.
From Best Practices to Next Practices
Jangan lagi menganalisa apa yang dilakukan oleh perusahaan lain,
biasanya dikenal sebagai best practices atau external benchmark.
Stop doing that. Why?
Because best practices hanya mengajarkan kita tentang apa yang perusahaan lain lakukan di masa lalu
(dan sudah berhasil
diimplementasikan bertahun-tahun).
Ingat, apa yang berhasil mereka
lakukan di masa lalu , tidak akan menjawab tantangan di masa depan.
Stop learning best practices.
Start to experiment next practices:
Identify your potential challenges in the future
Prepare your organization for the future in term of capability and capacity
Experiment the next practices
You might fail or successfull, dont worry, learn from it, and improve again for the next “next practices”
From Fear to Brave
Memang masa depan itu penuh ketidakpastian.
Ibaratnya leader jaman dulu memimpin balapan mobil Paris Dakar, sudah jelas startnya di mana, finnishnya di mana dan jalur mana
yang harus dilalui.
Leader masa depan adalah memimpin pendakian ke puncak gunung tertinggi yang penuh berkabut tebal.
Jadi pada saat anak buahnya bertanya,
”Boss, ada apa di depan sana?”
Bossnya juga tidak tahu jawabannya
(kan penuh kabut).
Ingat VUCA? Volatile, Uncertain, Complexity and Ambigue.
Banyak yang ambigue dan banyak
yang tidak pasti.
Jadi wajar kalau anakbuahnya
gelisah dan ketakutan.
Leaders have to be able to ispire
people by providing role model
and good examples ....
It is true, it will be full of uncertainty
and anxiety.
But it is not a reason to scare.
We have to be brave.
We have to make decision based
on limited information that we have.
We have to experiment.
We have to dare to be successfull
or make mistakes.
Either way, we learn ,
we improve and we move on ...
From “Know-it-All” to “Learn-It-All”
Seperti kita diskusikan, dulu leader diharapkan untuk tahu semua, karena memang mereka expert di bidangnya.
Misalnya Sales Director adalah yang paling jagoan dalam bidang Sales.
HR Director adalah paling jagoan
dalam hidang HR.
Finance Director adalah paling jagoan dalam bidang Finance ...etc ...etc
But the world has change.
Fields of expertise are mixed together.
Seorang Finance Director juga
harus expert dalam bidang sales.
Seorang HR Director harus jago data analytics.
Seorang Marketing Director harus
jago digital and social media.
Terus kuncinya di mana dong?
Be open mind. Learn new things.
Jangan lagi berpikir “you-know-it-all”, harus ubah mindset ke “I-learn-them-all”.
The best idea adalah untuk duduk
di meeting yang anda tidak mengerti subjectnya dan menjadi
“orang yang paling bodoh
di ruangan itu”.
Duduk, diam, dengarkan, camkan, dan setelah meeting tanyakan dan pelajari.
Dengan menjadi orang yang paling bodoh di ruangan itu, anda akan
belajar banyak.
Phenomena yang tidak akan terjadi
pada saat anda merasa menjadi
yang paling pintar di ruangan itu.
From “We are under threats”
to “We-have-opportunities”
Memang masa depan penuh ketidakpastian, dan banyak yang
berpikir itu adalah ancaman.
Selama itu kita anggap ancaman,
kita akan terus menerus hidup dalam
negative mindset dan tidak akan berkembang.
Padahal di balik semua krisis
pasti ada kesempatan,
create your own opportunity
behind every crisis that you face!
Dengan mindset itu, a radical
open-minded leader can inspire
the people for a transformation
that they need in the future.
Stop learning about the past.
Stop solving the current problem.
Start to develop your organization
to build the capability (and capacity)
that they need in the future.
Dan untuk itu, coba kita terapkan
empat rekomendasi ini:
From Best Practices to Next Practices
From Fear to Brave
From “Know-it-All” to “Learn-It-All”
From “We are under threats”
to “We-have-opportunities”
Terimakasih Prof, atau kami memanggilnya dengan akrab Om Andre, for the insighfull learning of that day.