Business
Unit Strategy, Managerial
Characteristics, and Business
Unit Effectiveness at Strategy Implementation
LANDASAN TEORI
Strategic Business Unit
adalah suatu unit yang menghasilkan produk atau jasa untuk suatu kelompok pelanggan tertentu. SBU umumnya merupakan suatu unit mandiri dan suatu perusahaan dapat memiliki beberapa SBU.
SBU merupakan perusahaan yang memiliki misi dan tujuan yang tersendiri,
dan yang dapat direncanakan dan dievaluasi secara independen dari bagian lain perusahaan. Sebuah SBU mungkin
berupa divisi, lini produk atau merek individual.
§ Unit
bisnis memerlukan strategi yang tepat, terutama apabila tingkat diversifikasi
semakin tinggi.
§ Strategi
unit bisnis dapat dikembangkan dengan beberapa model (BCG, analisis industri
dan keunggulan bersaing generik).
§ Model
Boston Consulting Group (BCG) menawarkan 4 perangkat misi yaitu build, hold,
harvest dan divest. BCG akan semakin terpantau dengan adanya kurva belajar.
§ Analisis
industri dilakukan dengan memperhatikan pesaing dalam industri, pelanggan,
pemasok, barang substitusi dan pendatang baru. Semakin kuat kelima elemen
tersebut, maka profitabilitas kemungkinan akan semakin rendah dan sebaliknya.
§ Keunggulan
bersaing generik menawarkan strategi biaya rendah (low cost) atau diferensiasi
(differentiation) atau cost-cum differentation. Model ini dikembangkan oleh
Porter dengan didukung value chain analysis.
Misi
bisnis unit menentukan sasaran keseluruhan dari bisnis unit. Dengan menggunakan
Model BCG (Boston Consulting Group) maka digunakan matrik 2 x 2 yang menawarkan
misi bisnis unit apakah build, hold, harvest atau divest. Dua variabel
yang menentukan misi adalah tingkat pertumbuhan pasar dan pangsa
pasar relatif. Kombinasi tinggi rendahnya kedua variabel tsb membentuk
alternatif kuadran : Question Mark, Star, Cash Cow, dan Dog.
Penjelasan
masing-masing misi pada masing-masing kuadran adalah :
1) Kuadran
Question Mark – Build
Misi
tersebut memiliki tujuan memperluas pangsa pasar meskipun mengorbankan
pendapatan jangka pendek dan arus kas.
2) Kuadran
Star – Hold
Misi
tersebut bertujuan mempertahankan pangsa pasar dan posisi kompetitif.
3) Kuadran
Cash Cow – Harvest
Misi
tersebut bertujuan memaksimalkan pendapatan jangka pendek dan arus kas meskipun
mengorbankan pangsa pasar.
4) Kuadran
Dog – Divest
Misi
tersebut memilih mundur lewat likuidasi perlahan-lahan atau dijual langsung.
Adapun
kelemahan model tersebut adalah :
1) Hanya
menggunakan dua variabel penentu untuk menentukan misi bisnis.
Artinya banyak variabel lain yang mungkin penting
tetapi tidak diperhitungkan.
2) Tidak
bisa diperlakukan seperti buku resep, posisi dalam kuadran tidak boleh
digunakan sebagai satu-satunya dasar pertimbangan.
Dari
banyak model perencanaan, dua yang paling banyak digunakan adalah Boston
Consulting Group’s Matriks pembagian pertumbuhan 2×2 dan General Electric
Company/Mckinsey & Company’s matriks daya tarik industri-kekuatan bisnis
3×3. Meskipun model-model ini berbeda dalam metodologi yang digunakan untuk
mengembangkan misi yang paling tepat bagi berbagai unit bisnis, namun
model-model tersebut mempunyai perangkat misi sama untuk dipilih:
bangun(build), pertahankan (hold), panen (harvest), dan divestasi (divest).
·
Bangun
Misi
ini menyiratkan tujuan menambah pangsa pasar, bahkan dengan mengorbankan laba
jangka panjang dan arus kas (contoh, bioteknologi merk, peranti elektronik
black and decker).
·
Pertahankan
Misi
strategis ini diarahkan pada perlindungan pangsa pasar unit bisnis dan posisi
persaingan ( contoh, komputer mainframe IBM).
·
Panen
Misi
mempunyai tujuan memaksimalkan laba jangka pendek dan arus kas, bahkan dengan
mengorbankan pangsa pasar ( contoh, produk tembakau American Brands, bola lampu
General Electric dan Sylvania).
·
Divestasi
Misi
ini menunjukkan suatu keputusan untuk mundur dari bisnis melalui proses
likuidasi perlahan-lahan atau penjualan segera.
BCG
menggunakan logika berikut ini untuk membuat resep strategi bagi masing-masing
dari keempat sel. Unit bisnis yang termasuk dalam kuadran tanda tanya secara
khusus diberi misi : “bangun” pangsa pasar. Logika dibalik rekomendasi ini
berkaitan dengan dampak positif dari kurva pengalaman. BCG beragumentasi bahwa
dengan membangun pangsa pasar dalam fase pertumbuhan dari suatu industry, unit bisnis
akan menikmati posisi biaya rendah.
Unit
bisnis yang termasuk dalam kuadran bintang secara khusus diberi misi :
“pertahankan” pangsa pasar. Unit-unit ini sudah memiliki pangsa pasar yang
tinggi dalam industri mereka, dan tujuannya adalah investasi kas untuk
mempertahankan posisi itu.
Unit
bisnis yang termasuk dalam kuadran sapi perah kas adalah sumber utama kas untuk
perusahaan. Karena unit-unit ini mempunyai pangsa pasar relatif tinggi, maka
unit-unit tersebut mungkin mempunyai biaya per unit yang paling rendah dan oleh
karena itu memiliki laba yang paling tinggi.
Bisnis
dalam kuadran anjing mempunyai posisi persaingan yang lemah dalam industry yang
tidak menarik. Bisnis seperti ini harus dijual, kecuali bila ada kemungkinan
baik untuk membuatnya menjadi menguntungkan.
Matrik IFE-EFE (David, Management
Strategic)
·
Tumbuh
dan Membangun (Grow and Built)
Strategi yang dilakukan adalah
penetrasi pasar, pengembangan pasar, pengembangan produk, integrasi kebelakang,
integrasi ke depan, dan integrasi horisontal.
·
Bertahan
dan Menjaga (Hold and Maintain)
Strategi yang dilakukan adalah
penetrasi pasar dan pengembangan produk.
·
Melepas
atau Divestasi (Harvest or Divest)
Strategi yang dilakukan adalah
likuidasi atau divestasi.
Manajemen Dengan Pendekatan
Situasional (Contingency Approach)
Pengembangan
lebih lanjut dari manajemen dengan pendekatan sistem adalah manajemen dengan
pendekatan situasional. Pendekatan situasional ini dikembangkan berdasarkan
kenyataan bahwa banyak pemecahan masalah manajemen yang efektif di suatu tempat
belum tentu berhasil di tempat lain. Timbul pendapat bahwa faktor-faktor
keadaanlah (situasional factor) yang menyebabkan hal-hal tersebut terjadi.
Sesuai
dengan prinsipnya, maka tugas dari seorang manajer adalah mencari atau
menentukan teknik-teknik manajemen yang dapat memecahkan persoalan sesuai
dengan tujuan dan situasi yang dihadapi, batasan-batasan, dan jangka waktu yang
tersedia. Sebagai contoh, bila suatu perusahaan ingin meningkatkan produktivitas
pekerjanya, manajemen dengan pendekatan perilaku akan segera mengusahakan
pengembangan motivasi kerja pekerja. Tetapi dengan pendekatan situasional,
pihak manajemen terlebih dahulu akan melihat keadaan pekerja. Bila pekerja
masih belum memiliki keterampilan yang baik, maka manajemen mungkin akan
mengusulkan program penyederhanaan kerja (work simplification). Sebaliknya jika
pekerja sudah terampil program yang mungkin baik dilakukan bukan penyederhanaan
kerja, melainkan pengkayaan kerja (job enrichment).
Dalam
pendekatan ini kecenderungan dalam memandang setiap situasi yang rumit sangat
diperlukan, dan manajerlah yang harus berperan aktif dalam menentukan apa yang
baik bagi situasi yang dihadapinya itu. Pendekatan manajemen situasional ini
dikembangkan oleh beberapa ahli antara lain Fremont Kast, James Rosenzweig,
Robert Kahn, dan lain-lain.
Contingency Theory
Teori kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas kelompok (group task situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya yang sesuai dengan kelompoknya. Dengan perkataan lain, menurut Fiedler, seorang menjadi pemimpin bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor situasi dan adanya interaksi antara Pemimpin dan situasinya.
Model
Contingency dari kepemimpinan yang efektif dikembangkan oleh Fiedler (1967) .
Menurut model ini, maka the performance of the group is contingen upon both the
motivasional system of the leader and the degree to which the leader has
control and influence in a particular situation, the situational favorableness
(Fiedler, 1974:73).
Dengan
perkataan lain, tinggi rendahnya prestasi kerja satu kelompok dipengaruhi oleh
sistem motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan
mempengaruhi suatu situasi tertentu.
PEMBAHASAN JURNAL
Ada beberapa point
penting yg dimiliki dalam Jurnal “Business Unit Strategy, Managerial Characteristics,
and Business Unit Effectiveness at Strategy Implementation” dimana pada bagian
landasan teori sebelumnya merupakan inti dari pembahasan yg berada pada jurnal
ini.
Pada bagian ini kami membuat ringkasan mengenai point-point yg terdapat pada jurnal ini yaitu:
Pada bagian ini kami membuat ringkasan mengenai point-point yg terdapat pada jurnal ini yaitu:
·
Introduction
Pada jurnal ini menjelaskan bahwa Efektif itu berasal
dari keserasian antara strategy dan kebutuhan Organisasi dan dengan pendekatan
Contingency yg lebih mengarah kepada pendekatan situasional pendekatan ini sering
sekali untuk dijadikan sebagai salah satu strategi yg dilakukan pada suatu
perusahaan besar dimana struktur dan kegiatan organisasi itu sudah kompleks.
Peniliti ini mengambil pemabahasan ini karena adanya
perdebatan antara characteristics yg tepat untuk para Manager yg akan memegang
kendali bisnis pada tingkatan SBU, dimana pada penelitian ini lebih berfokus
pada hubungan antara SBU, managerial characteristics, and effectiveness at
strategy implementation disaat penerapan strategy “Build” dan “Harvest”.
·
Sample Data
Sebelum menentukan hipotesis yg ada, peneliti membuat sebuah questioner
yg diberikan kepada para sample yg berasal dari 58 GM SBU yg berasal dari 500
perusahaan beragam dimana standar sampel adalah perusahaan yg memiliki
penghasilan dari $500M sampai $10B dan berada pada bidang consumer products,
industrial machinery, chemical, electronic components, electronic equipment,
etc. Data pendukung lainnya juga berasal dari hasil Interview yg diberikan
kepada Senior Line Executive (Vice President).
·
Hypothesis
Dari data questioner yg dihasilkan peneliti memberikan
hipotesis sebagai berikut:
1.
Hypothesis 1: Experience in marketing/sales on the
part of the GM
will make a greater contribution to effectiveness at strategy
implementation in the case of SBUs at the "build" end of the strategy
spectrum than in the case of SBUs at the "harvest" end
2.
Hypothesis 2: Willingness to take risk on the part of
the GM will make a greater contribution to effectiveness at strategy
implementation in the case of SBUs at the "build" end of the strategy
spectrum than in the case of SBUs at the "harvest" end.
3.
Hypothesis 3: Tolerance for ambiguity on the part of
the GM willmake a greater contribution to effectiveness at strategy implementation
in the case of SBUs at the "build" end of the strategy spectrum than
in the case of SBUs at the "harvest" end.
·
Variable
Pada bagian ini peneliti menentukan variable
independent dan dependent-nya dimana masing-masing variable memiliki :
Variable Independent:
1.
Experience in marketing
2.
Willingness to take risk
3.
Tolerance for ambiguity
Variable Dependent:
1.
Strategy Implementation (built)
2.
Strategy Spectrum (harvest)
·
Conclusion
Dari data yg telah didapatkan maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa:
Ketika sosok Manager yg memilki pengalaman dalam
marketing dan sales
yg lama, memiliki sikap untuk mengambil resiko, dan bersikap tolerance untuk ambiguitas memilki pengaruh yg lebih baik untuk menjadi efektif pada saat melakukan strategi Pembangunan atau Build, namun kurang efektif jika dilakukan pada saat menerapkan strategi Panen atau harvest.
yg lama, memiliki sikap untuk mengambil resiko, dan bersikap tolerance untuk ambiguitas memilki pengaruh yg lebih baik untuk menjadi efektif pada saat melakukan strategi Pembangunan atau Build, namun kurang efektif jika dilakukan pada saat menerapkan strategi Panen atau harvest.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar