Selasa, 31 Januari 2017

Business Unit Strategy, Managerial Characteristics, and Business Unit Effectiveness at Strategy Implementation

Business Unit Strategy, Managerial Characteristics, and Business Unit Effectiveness at Strategy Implementation

LANDASAN TEORI

Strategic Business Unit

adalah suatu unit yang menghasilkan produk atau jasa untuk suatu kelompok pelanggan tertentu. SBU umumnya merupakan suatu unit mandiri dan suatu perusahaan dapat memiliki beberapa SBU.
SBU merupakan perusahaan yang memiliki misi dan tujuan yang tersendiri, dan yang dapat direncanakan dan dievaluasi secara independen dari  bagian lain perusahaan. Sebuah SBU mungkin berupa divisi, lini produk atau merek individual.

§  Unit bisnis memerlukan strategi yang tepat, terutama apabila tingkat diversifikasi semakin tinggi.
§  Strategi unit bisnis dapat dikembangkan dengan beberapa model (BCG, analisis industri dan keunggulan bersaing generik).
§  Model Boston Consulting Group (BCG) menawarkan 4 perangkat misi yaitu build, hold, harvest dan divest. BCG akan semakin terpantau dengan adanya kurva belajar.
§  Analisis industri dilakukan dengan memperhatikan pesaing dalam industri, pelanggan, pemasok, barang substitusi dan pendatang baru. Semakin kuat kelima elemen tersebut, maka profitabilitas kemungkinan akan semakin rendah dan sebaliknya.
§  Keunggulan bersaing generik menawarkan strategi biaya rendah (low cost) atau diferensiasi (differentiation) atau cost-cum differentation. Model ini dikembangkan oleh Porter dengan didukung value chain analysis.

Misi bisnis unit menentukan sasaran keseluruhan dari bisnis unit. Dengan menggunakan Model BCG (Boston Consulting Group) maka digunakan matrik 2 x 2 yang menawarkan misi bisnis unit apakah build, hold, harvest atau divest. Dua variabel yang menentukan misi adalah tingkat pertumbuhan pasar dan pangsa pasar relatif. Kombinasi tinggi rendahnya kedua variabel tsb membentuk alternatif kuadran : Question Mark, Star, Cash Cow, dan Dog.



 Penjelasan masing-masing misi pada masing-masing kuadran adalah :
1)      Kuadran Question Mark – Build
Misi tersebut memiliki tujuan memperluas pangsa pasar meskipun mengorbankan pendapatan jangka pendek dan arus kas.
2)      Kuadran Star – Hold
Misi tersebut bertujuan mempertahankan pangsa pasar dan posisi kompetitif.
3)      Kuadran Cash Cow – Harvest
Misi tersebut bertujuan memaksimalkan pendapatan jangka pendek dan arus kas meskipun mengorbankan pangsa pasar.
4)      Kuadran Dog – Divest
Misi tersebut memilih mundur lewat likuidasi perlahan-lahan atau dijual langsung.

Adapun kelemahan model tersebut adalah :
1)      Hanya menggunakan dua variabel penentu untuk menentukan misi bisnis. Artinya banyak variabel lain      yang mungkin penting tetapi tidak diperhitungkan.
2)      Tidak bisa diperlakukan seperti buku resep, posisi dalam kuadran tidak boleh digunakan sebagai satu-satunya dasar pertimbangan.

Dari banyak model perencanaan, dua yang paling banyak digunakan adalah Boston Consulting Group’s Matriks pembagian pertumbuhan 2×2 dan General Electric Company/Mckinsey & Company’s matriks daya tarik industri-kekuatan bisnis 3×3. Meskipun model-model ini berbeda dalam metodologi yang digunakan untuk mengembangkan misi yang paling tepat bagi berbagai unit bisnis, namun model-model tersebut mempunyai perangkat misi sama untuk dipilih: bangun(build), pertahankan (hold), panen (harvest), dan divestasi (divest).


·         Bangun
Misi ini menyiratkan tujuan menambah pangsa pasar, bahkan dengan mengorbankan laba jangka panjang dan arus kas (contoh, bioteknologi merk, peranti elektronik black and decker).

·         Pertahankan
Misi strategis ini diarahkan pada perlindungan pangsa pasar unit bisnis dan posisi persaingan ( contoh, komputer mainframe IBM).

·         Panen
Misi mempunyai tujuan memaksimalkan laba jangka pendek dan arus kas, bahkan dengan mengorbankan pangsa pasar ( contoh, produk tembakau American Brands, bola lampu General Electric dan Sylvania).

·         Divestasi
Misi ini menunjukkan suatu keputusan untuk mundur dari bisnis melalui proses likuidasi perlahan-lahan atau penjualan segera.

BCG menggunakan logika berikut ini untuk membuat resep strategi bagi masing-masing dari keempat sel. Unit bisnis yang termasuk dalam kuadran tanda tanya secara khusus diberi misi : “bangun” pangsa pasar. Logika dibalik rekomendasi ini berkaitan dengan dampak positif dari kurva pengalaman. BCG beragumentasi bahwa dengan membangun pangsa pasar dalam fase pertumbuhan dari suatu industry, unit bisnis akan menikmati posisi biaya rendah.
Unit bisnis yang termasuk dalam kuadran bintang secara khusus diberi misi : “pertahankan” pangsa pasar. Unit-unit ini sudah memiliki pangsa pasar yang tinggi dalam industri mereka, dan tujuannya adalah investasi kas untuk mempertahankan posisi itu.
Unit bisnis yang termasuk dalam kuadran sapi perah kas adalah sumber utama kas untuk perusahaan. Karena unit-unit ini mempunyai pangsa pasar relatif tinggi, maka unit-unit tersebut mungkin mempunyai biaya per unit yang paling rendah dan oleh karena itu memiliki laba yang paling tinggi.
Bisnis dalam kuadran anjing mempunyai posisi persaingan yang lemah dalam industry yang tidak menarik. Bisnis seperti ini harus dijual, kecuali bila ada kemungkinan baik untuk membuatnya menjadi menguntungkan.


Matrik IFE-EFE (David, Management Strategic)

·         Tumbuh dan Membangun (Grow and Built)
Strategi yang dilakukan adalah penetrasi pasar, pengembangan pasar, pengembangan produk, integrasi kebelakang, integrasi ke depan, dan integrasi horisontal.
·         Bertahan dan Menjaga (Hold and Maintain)
Strategi yang dilakukan adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk.
·         Melepas atau Divestasi (Harvest or Divest)
Strategi yang dilakukan adalah likuidasi atau divestasi.

Manajemen Dengan Pendekatan Situasional (Contingency Approach)

Pengembangan lebih lanjut dari manajemen dengan pendekatan sistem adalah manajemen dengan pendekatan situasional. Pendekatan situasional ini dikembangkan berdasarkan kenyataan bahwa banyak pemecahan masalah manajemen yang efektif di suatu tempat belum tentu berhasil di tempat lain. Timbul pendapat bahwa faktor-faktor keadaanlah (situasional factor) yang menyebabkan hal-hal tersebut terjadi.

Sesuai dengan prinsipnya, maka tugas dari seorang manajer adalah mencari atau menentukan teknik-teknik manajemen yang dapat memecahkan persoalan sesuai dengan tujuan dan situasi yang dihadapi, batasan-batasan, dan jangka waktu yang tersedia. Sebagai contoh, bila suatu perusahaan ingin meningkatkan produktivitas pekerjanya, manajemen dengan pendekatan perilaku akan segera mengusahakan pengembangan motivasi kerja pekerja. Tetapi dengan pendekatan situasional, pihak manajemen terlebih dahulu akan melihat keadaan pekerja. Bila pekerja masih belum memiliki keterampilan yang baik, maka manajemen mungkin akan mengusulkan program penyederhanaan kerja (work simplification). Sebaliknya jika pekerja sudah terampil program yang mungkin baik dilakukan bukan penyederhanaan kerja, melainkan pengkayaan kerja (job enrichment).

Dalam pendekatan ini kecenderungan dalam memandang setiap situasi yang rumit sangat diperlukan, dan manajerlah yang harus berperan aktif dalam menentukan apa yang baik bagi situasi yang dihadapinya itu. Pendekatan manajemen situasional ini dikembangkan oleh beberapa ahli antara lain Fremont Kast, James Rosenzweig, Robert Kahn, dan lain-lain.

Contingency Theory

Teori kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas kelompok (group task situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya yang sesuai dengan kelompoknya. Dengan perkataan lain, menurut Fiedler, seorang menjadi pemimpin bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor situasi dan adanya interaksi antara Pemimpin dan situasinya.

Model Contingency dari kepemimpinan yang efektif dikembangkan oleh Fiedler (1967) . Menurut model ini, maka the performance of the group is contingen upon both the motivasional system of the leader and the degree to which the leader has control and influence in a particular situation, the situational favorableness (Fiedler, 1974:73).

Dengan perkataan lain, tinggi rendahnya prestasi kerja satu kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu.


PEMBAHASAN JURNAL

Ada beberapa point penting yg dimiliki dalam Jurnal “Business Unit Strategy, Managerial Characteristics, and Business Unit Effectiveness at Strategy Implementation” dimana pada bagian landasan teori sebelumnya merupakan inti dari pembahasan yg berada pada jurnal ini.

Pada bagian ini kami membuat ringkasan mengenai point-point yg terdapat pada jurnal ini yaitu:

·         Introduction
Pada jurnal ini menjelaskan bahwa Efektif itu berasal dari keserasian antara strategy dan kebutuhan Organisasi dan dengan pendekatan Contingency yg lebih mengarah kepada pendekatan situasional pendekatan ini sering sekali untuk dijadikan sebagai salah satu strategi yg dilakukan pada suatu perusahaan besar dimana struktur dan kegiatan organisasi itu sudah kompleks.

Peniliti ini mengambil pemabahasan ini karena adanya perdebatan antara characteristics yg tepat untuk para Manager yg akan memegang kendali bisnis pada tingkatan SBU, dimana pada penelitian ini lebih berfokus pada hubungan antara SBU, managerial characteristics, and effectiveness at strategy implementation disaat penerapan strategy “Build” dan “Harvest”.

·         Sample Data
Sebelum menentukan hipotesis yg ada, peneliti membuat sebuah questioner yg diberikan kepada para sample yg berasal dari 58 GM SBU yg berasal dari 500 perusahaan beragam dimana standar sampel adalah perusahaan yg memiliki penghasilan dari $500M sampai $10B dan berada pada bidang consumer products, industrial machinery, chemical, electronic components, electronic equipment, etc. Data pendukung lainnya juga berasal dari hasil Interview yg diberikan kepada Senior Line Executive (Vice President).

·         Hypothesis
Dari data questioner yg dihasilkan peneliti memberikan hipotesis sebagai berikut:

1.      Hypothesis 1: Experience in marketing/sales on the part of the GM
will make a greater contribution to effectiveness at strategy implementation in the case of SBUs at the "build" end of the strategy spectrum than in the case of SBUs at the "harvest" end

2.      Hypothesis 2: Willingness to take risk on the part of the GM will make a greater contribution to effectiveness at strategy implementation in the case of SBUs at the "build" end of the strategy spectrum than in the case of SBUs at the "harvest" end.

3.      Hypothesis 3: Tolerance for ambiguity on the part of the GM willmake a greater contribution to effectiveness at strategy implementation in the case of SBUs at the "build" end of the strategy spectrum than in the case of SBUs at the "harvest" end.

·         Variable
Pada bagian ini peneliti menentukan variable independent dan dependent-nya dimana masing-masing variable memiliki :



Variable Independent:
1.      Experience in marketing
2.      Willingness to take risk
3.      Tolerance for ambiguity
Variable Dependent:
1.      Strategy Implementation  (built)
2.      Strategy Spectrum (harvest)



·         Conclusion

Dari data yg telah didapatkan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
Ketika sosok Manager yg memilki pengalaman dalam marketing dan sales
yg lama, memiliki sikap untuk mengambil resiko, dan bersikap tolerance untuk ambiguitas memilki pengaruh yg lebih baik untuk menjadi efektif pada saat melakukan strategi Pembangunan atau Build, namun kurang efektif jika dilakukan pada saat menerapkan strategi Panen atau harvest.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar