Negara
dan Civil Society
I.
Pendahuluan
Dalam
sebuah kehidupan pasti tak akan lepas dari dunia perpolitikan, apalagi di
Indonesia yang notabenenya negara bebas berpolitik bagi siapapun pada warganya.
Dan dalam politik tidak akan lepas dari awal mula politik itu hadir dengan
berdirinya negara yang berdaulat, diakui secara internasional dan adanya rakyat
yang mampu menjalankan roda kehidupan di negara tersebut. Dan pada umumnya
politik yaitu bagian dari usaha menentukan, membentuk peraturan-peraturan yang
dapat diterima baik oleh rakyatnya, dan juga untuk membawa suatu negara dan
rakyatnya yang dapat hidup harmonis, aman, tentram, dan damai.
Dan dalam makalah ini, kami akan membahas
dan menjelaskan tentang negara baik dari definisinya hingga pada bagian-bagian
lainnya, dan civil society atau masyarakat madani dalam suatu negara
yang berdaulat.
II.
Rumusan Masalah
A.
Definisi Negara
B.
Sifat-sifat Negara
C.
Unsur-unsur Negara
D.
Tujuan dan Fungsi Negara
E.
Istilah Negara dan Kekuasaan
Politik
F.
Definisi dan Tipologi Civil
Society
III.
Pembahasan
A.
Definisi Negara
Negara merupakan intergrasi
dari kekuasaan politik, dan negara adalah organisasi pokok dari kekuasaan.[1]
Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan
tertinggi yang sah dan yang ditaati oleh rakyatnya.[2]
Adapun definisi lain, negara adalah alat dari masyarakat yang mempunyai
kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam dalam masyarakat dan
menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat.[3]
B.
Sifat-sifat Negara
Negara mempunyai beberapa sifat
khusus yang merupakan manifestasi dari kedaulatan yang dimilikinya dan yang
hanya terdapat pada negara saja dan tidak terdapat pada organisasi lain. Ada pun
beberapa sifat umum yang dimiliki suatu negara:
1.
Sifat memaksa, adalah sifat
yang mengatur perundang-undangan pada suatu negara yang harus ditaati oleh
rakyatnya, agar terciptanya kedamaian dan memudahkan penertiban pada masyarakat
sehingga tercegahnya perbuatan-perbuatan anarki. Sifat memaksa juga berarti
memiliki kekuasaan untuk menggunakan kekerasan fisik secara legal, seperti para
polisi dan tentara.
2.
Sifat monopoli, yang berarti
negara mampu memonopoli kehidupan masyarakat agar tercapai tujuan bersama.
Dalam hal ini negara berhak untuk melarang dan menyebarluaskan suatu aliran
politik maupun kepercayaan yang dianggap bertentangan dengan kehidupan dan
tujuab masyarakatnya.
3.
Sifat mencakup semua, yang
berarti negara berhak mengatur perundang-undangan yang berlaku pada semua
rakyatnya tanpa terkecuali. Jika suatu negara membebaskan maka cita-cita
masyarakat pada negaranya tidak akan tercapai. Seseorang menjadi warga negara
tidak berdasarkan keinginan sendiri, berbeda dengan organisasi lain yang bersifat
sukarela.
C.
Unsur-unsur Negara
Negara memiliki beberapa unsur
yang terperinci sebaga berikut:
1.
Wilayah, suatu negara harus
menduduki tempat dan mempunyai perbatasan tertentu di muka bumi. kekuasaan pada
suatu negara terdiri dari wilayah darat, laut, dan udara. Dan dalam suatu
negara harus diperhatikan variabel wilayahnya seperti besar kecilnya, luas
sempitnya suatu negara.
2.
Penduduk, suatu negara harus
memiliki rakyat atau penduduk, dan kekuasaan negara mampu mengayomi dan
menjangkau seluruh penduduk di negaranya. Dalam hal kependudukan harus
diperhatatikan beberapa faktor, seperti kepadatan peduduk, tingkat kelahiran,
tingkat kematian, tingkat pembangunan, homogenitas, rasa nasionalisme pada
warganya dan lain-lain. Dan penduduk suatu negara harus memilik jiwa
nasinalisme agar terciptanya persatuan nasional dan identitas nasinal yang
kuat.
3.
Pemerintah, suatu negara hurus
memiliki pemerintahan yang memiliki wewenang untuk merumuskan, mengatur dan
melaksanakan keputusan-keputusan baik berbentuk undang-undang maupun
peraturan-peraturan lain yang berguna untuk khalayak umum di wilayahnya. Dalam
hal ini pemerintah bertindak atas nama negara dalam melaksanakan wewenang dan
kekuasaan dari negara yang menunjang tercapainya tujuan bersama, dan
dilaksanakan serta menertibkan hubungan-hubungan pada masyarakatnya. Kekuasaan
pemerintah terbagi atas eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
4.
Kedaulatan, yang berarti
kekuasaan tertinggi dalam suatu negara untuk membuat peraturan
perundang-undangan dan melaksanakannya. Negara berhak memaksa rakyatnya untuk
menaati undang-undang dan berhak mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatannya
dari berbagai hal negatif seperti serangan dari negara lain, dan negara berghak
menuntut loyalitas yang mutlak dari rakyatnya. Kedaulatan merupakan suatu
konsep yuridis yang tidak sealalu sama dengan komposisi dan letak dari
kekuasaan politik. Tidak ada kedaulatan yang bersifat mutlak, karena
terpengaruh oleh takanan dan faktor yang membatasi penyalenggaraan kekuasaan secara
mutlak yang di alami oleh seorang pemimpin negara.
D.
Tujuan dan Fungsi Negara
Tujuan suatu negara selalu
ber-inti-kan untuk menciptakan kebahagiaan bagi rakyatnya.
Menurut Roger H. Soltau bahwa
tujuan negara ialah “memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan
daya ciptanya sebebas mungkin”.
Menurut Harold J. Laski bahwa
tujuan negara adalah “menciptakan keadaan di mana rakyat dapat mencapai
keinginan-keinginan meraka secara maksimal”.[4]
Banyak sekali haluan-haluan
yang bersifat membangun masayarakat demi tercapainya tujuan masyarakat, seperti
marxisme-leninisme, liberalisme dan Islam.
Adapun beberapa fungsi mutlak
pada setiap negara, yaitu:
1.
Melaksanakan penertiban, yang
bertujuan untuk mencegah sikap anarki dari masyarakat.
2.
Mengusahakan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyatnya, yang berfungsi untuk membangun kesejahteraan dan
kemakmurean hidup masyarakat.
3.
Pertahanan, yang bertujuan
untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar.
Adapun fungsi lain menurut Charles E. Merriam yang diselenggarakan
pemerintah untuk mencapai tujuan bersama, yaitu:
a.
Keamanan ekstern
b.
Ketertiban intern
c.
Keadilan
d.
Kesejahteraan umum
E.
Istilah Negara dan Sistem
Politik
Konsep sistem politik merupakan
pokok dari gerakan pembaharuan yang timbul dalam dekade 50-an. Gerakan ini
ingin mencari suatu keilmuan politik baru yang dikenal dengan istilah
pendekatan tingkah laku oleh karena mengemukakan tingkah laku politik sebagai fokus
utama dari penelitian, menekankan struktur dan fungsi tingkah laku.
Pada dasarnya konsep sistem
politik dipakai untuk keperluan analisa pada suati sisitem yang bersifat
abstrak. Dan dalam konteks ini sistem terdiri dari beberapa fariabel yang dapat
diterapkan pada suatu situasi yang konkret, misalnya negara atau kesatuan yang
lebih kecil. Konsep ini didasarkan studi tentang gejala-gejala politik dalam
kenteks tingkah laku dimasyarakat.
Sistem politik merupakan salah
satu dari bermacam-macam sistem yang terdapat dalam suatu masyarakat, dan
setiap sistem memiliki fungsi tertentu yang dimaksudkan untuk menjaga
kelangsungan hidup dan mencapai tujuan dari masyarakat tertentu. Sistem
menyelenggarakan beberapa fungsi seperti membuat keputusan-keputusan kebijakan
yang mengikat mengenai alokasi dari nila-nilai yang bersifat materiil dan non
meteriil.
Sistem politik disebut juga
sistem terbuka, karena terbuka terhadap pengaruh dari luar sebagai akibat dari
interaksi dengan sistem-sistem lain. Proses dalam setiap sistem dapat
dijelaskan sebagai input dan output, begitu pula dalam suatu sistem politik
yang konkret seperti negara. Dalam sistem politik, input ini diubah dan diolah
menjadi output keputusan-keputusan, dan kebijakan yang mengikat dari
pemerintah.
Umumnya sistem politik
mempunyai empat variabel:
1.
Kekuasaan, sebagai cara untuk
mencapai hal yang diinginkan.
2.
Kepentingan, tujuan-tujuan yang
dikejar oleh pelaku atau kelompok politik.
3.
Kebijaksanaan, hasil dari
interaksi antara kekuasaan dan kepentingan, biasanya dalam bentuk
perundang-undangan.
F.
Definisi dan Tipologi Civil
Society
Civil
Society secara bahasa dapat diartikan Masyarakat Madani
yaitu Masyarakat yang beradab atau memiliki adab untuk mendapat tatanan
masyarakat yang beradab dalam membangun, menjalani, dan memaknai kehidupannya.[8]
Banyak para ahli memberikan
definisi tentang Civil Society yang berbeda akan tetapi definisi tersebut tetap
pada ruang lingkup yang saling berhubungan pada sebuah keseimbangan
antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat. Menurut beberapa
ahli, civil society merupakan:
Menurut
Zbigniew Rau, masyarakat madani merupakan suatu masyarakat yang berkembang dari
sejarah, yang mengandalkan ruang dimana individu dan perkumpulan tempat mereka
bergabung, bersaing satu sama lain guna mencapai nilai-nilai yang mereka
yakini.
Menurut
Han Sung-joo mendefinisikan masyarakat madani merupakan sebuah kerangka hukum yang
melindungi dan menjamin hak-hak dasar individu, perkumpulan sukarela yang
terbebas dari negara, suatu ruang publik yang mampu mengartikulasikan isu-isu
politik, gerakan warga negara yang mampu mengendalikan diri dan independen,
yang secara bersama-sama mengakui norma-norma dan budaya yang menjadi identitas
dan solidaritas yang terbentuk serta pada akhirnya akan terdapat kelompok inti
dalam civil society ini.
Menurut Kim Sunhyuk mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat
madani adalah suatu satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara
mandiri menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan dalam masyarakat yang secara
relatif otonom dari negara, yang merupakn satuan-satuan dari (re)produksi dan
masyarakat politik yang mampu melekukan kegiatan politik dalam suatu ruang
publik, guna menyatakan kepedulian mereka dan memejukan kepentingan-kepentingan
mereka menurut prinsip-prinsip pluralisme dan pengelolaan yang mandiri.[9]
Menurut Eisenstadt, civil society adalah suatu masyarakat baik
secara individual maupun kelompok dalam negara yang mampu berinteraksi dengan
negara secara independen.
Menurut Anwar Ibrahim,
merupakan sistem sosial yang subur yang berasaskan pada prinsip moral yang
menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat.
Masyarakat mendorong daya usaha serta inisiatif individu baik dibidang
pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah mengikuti undang-undang dan bukan nafsu
atau keinginan individu.
Menurut Emest Geller, civil society merupakan masyarakat yang terdiri
atas institusi pemerintah yang otonom dan cukup kuat untuk mengimbangi negara.[10]
Dan Adapun Tipologi dari Civil Society,
yaitu:
Istilah civil society berasal dari bahasa Latin societes
civiles yang mula-mula dipakai oleh Cicero (106-43 SM), seorang orator,
politisi dan filosof Roma. Sejak saat itu sampai dengan abad ke-18, pengertian
civil society masih disamakan dengan negara (the state), yakni
sekelompok masyarakat yang mendominasi seluruh kelompok lain.
Dalam rentang waktu yang panjang itu, Thomas
Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704) dan Jean-Jacques Rousseau
(1712-1778) kembali menghidupkan dan mengembangkan istilah civil society
(masyarakat sipil) dengan merujuk kepada masyarakat dan politik. Hobbes,
misalnya, berpendapat bahwa perjanjian masyarakat diadakan oleh
individu-individu untuk membentuk suatu masyarakat politik atau negara. Locke
mendefinisikan masyarakat sipil sebagai masyarakat politik (political
society) yang mana dihadapkan dengan keadaan alami (state of nature)
sekelompok manusia. Masyarakat politik itu sendiri, menurut Rousseau yang
senada dengan Hobbes, merupakan hasil dari suatu kontrak sosial. Perlu
digarisbawahi bahwa pengertian-pengertian ini lahir ketika perbedaan antara
masyarakat sipil dan negara belum dikenal, sehingga negara merupakan bagian
dari masyarakat sipil yang mengontrol pola-pola interaksi warga negaranya.
Barulah pada paruh kedua abad 18 Adam Ferguson
(1723-1816) dan Thomas Paine (1737-1809) memberi tekanan lain terhadap makna
civil society. Civil society dan negara dipahami sebagai dua buah entitas yang
berbeda, sejalan dengan proses pembentukan sosial dan perubahan-perubahan struktur
politik sebagai akibat pencerahan (enlightment). Keduanya diposisikan
dalam posisi yang diametral. Masyarakat sipil bahkan dinilai sebagai anti tesis
terhadap negara, ia harus lebih kuat untuk mengontrol negara demi
kepentingannya.
Pemahaman ini mengundang reaksi para pemikir
lainnya seperti Hegel (1770-1831) yang beraliran idealis. Menurutnya civil
society tidak dapat dibiarkan tanpa terkontrol. Ia justru memerlukan berbagai
macam aturan dan pembatasan melalui kontrol hukum, administrasi dan politik.
Lebih lanjut, Hegel membedakan masyarakat politik (the state) dan
masyarakat sipil (civil society). Masyarakat politik adalah
perkumpulan-perkumpulan yang mengandung aspek politik yang mengayomi masyarakat
secara keseluruhan. Sedangkan masyarakat sipil ialah perkumpulan merdeka yang
membentuk apa yang disebut sebagai masyarakat borjuis.
Karl Marx (1818-1883) sependapat dengan Hegel
dalam melihat civil society sebagai masyarakat borjuis. Bedanya, Hegel
menganggap hanya melalui negara, kepentingan-kepentingan masyarakat yang
universal dan mengandung potensi konflik bisa terselesaikan. Dus, negara
merupakan sesuatu yang ideal. Marx berpandangan sebaliknya, ia menganggap
negara tak lain sebagai badan pelaksana kepentingan kaum borjuis. Oleh sebab
itu, negara harus dihapuskan, atau harus diruntuhkan oleh kelas proletar.
Ketika negara akhirnya lenyap, maka yang tinggal hanyalah masyarakat tanpa
kelas. Visi ini berseberangan dengan visi Hegel yang mengatakan di masa depan
masyarakat sipillah yang akan runtuh dari dalam, jika negara telah mampu
mengayomi seluruh kepentingan masyarakat. Sedangkan menurut Antonio Gramsci
(1891-1937) yang juga memandang civhl society sebagai milik kaum borjuis yang
akhirnya menjadi pendukung negara, disamping mereka memegang hegemoni, mereka
juga seharusnya bisa menjalankan fungsi etis dalam mendidik dan mengarahkan
perkembangan ekonomi masyarakat. (Dawam Raharjo: 1999)
Adapun menurut Alexis de Tocqueville (1805-1859),
masyarakat sipil tidak secara a priori subordinatif terhadap negara,
tetapi lebih dari itu ia bersifat otonom dan memiliki kapasitas politik cukup
tinggi sehingga mampu menjdi kekuatan penyeimbang menghadapi intervensi negara
dan tidak hanya berorientasi pada kepentingan sendiri tetapi juga terhadap
kepentingan publik. Pendap`t Tocqueville ini kemudian diperkuat oleh Hannah
Arendt (1906-1975) dan Jurgen Habermas (1929) dengan konsep ”a free public
sphere”, sebuah wilayah di mana masyarakat sebagai warga negara memiliki
akses penuh terhadap setiap kegiatan publik. Penciptaan ruang publik, bagi
Arendt merupakan prasyarat terciptanya civil society dan demokratisasi.
Hal senada diungkapkan Ernest Gellner (1925-1995) yang memandang perlunya ruang
dan kebebasan publik. Menurutnya civil society adalah seperangkat
institusi non pemerintah yang cukup kuat untuk mengimbangi negara dan mencegah
timbulnya tirani kekuasaan.
Secara
umum saat ini, penganut sosialis banyak mengadopsi konsep hegemoni Gramsci
dalam memahami civil society dimana hegemoni tidak lagi dilakukan secara fisik,
melainkan melalui penjinakan budaya dan ideologi yang diselenggarakan secara
terstruktur oleh negara. Sementara penganut kapitalis
lebih tertarik kepada civil society versi Tocqueville dimana masyarakat dapat
melakukan partisipasi mengenai pembuatan kebijakan-kebijakan publik dalam
sebuah negara dan dapat saling berinterksi dengan semangat toleransi. Adapun di
negara-negara berkembang umumnya, sikap Hegelian terhadap negara merupakan
pandangan yang dominan. Di satu sisi mereka memandang negara sebagai wadah segala
sesuatu yang ideal dan di sisi lain mereka kurang percaya terhadap masyarakat
sipil.
Menurut AS Hikam (1999),
masyarakat sipil sebagaimana dikonsepsikan oleh para pemikirnya mempunyai tiga
ciri khusus yaitu: pertama, adanya kemandirian yang cukup tinggi dari
individu-individu dan kelompok dalam masyarakat, terutama saat berhadapan
dengan negara. Kedua, adanya ruang publik bebas
sebagai wahana bagi keterlibatan politik secara aktif dari warga negara demi
kepentingan publik. Ketiga, adanya kemampuan membatasi kuasa negara agar
tidak intervensionis dan otoriter. Selanjutnya akan kita lihat bagaimana konsep
civil society ini diaktualisasikan dalam konteks Indonesia.[11]
IV.
Kesimpulan
Negara adalah suatu organisasi
dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan yang
ditaati oleh rakyatnya.
Negara mempunyai beberapa sifat
khusus yang merupakan manifestasi dari kedaulatan yang dimilikinya dan yang
hanya terdapat pada negara saja dan tidak terdapat pada organisasi lain. dan
beberapa sifat umum yang dimiliki suatu negara:
a)
Sifat memaksa.
b)
Sifat monopoli.
c)
Sifat mencakup semua.
Negara memiliki beberapa unsur
yang terperinci sebaga berikut:
a.
Wilayah.
b.
Penduduk.
c.
Pemerintah.
d.
Kedaulatan.
Tujuan suatu negara selalu
ber-inti-kan untuk menciptakan kebahagiaan bagi rakyatnya dan menciptakan
keadaan di mana rakyat dapat mencapai keinginan-keinginan meraka secara
maksimal. Sistem Politik merupakan pokok pendekatan
tingkah laku oleh karena mengemukakan tingkah laku politik sebagai fokus utama
dari penelitian, Pada dasarnya konsep sistem
politik dipakai untuk keperluan analisa pada suati sisitem yang bersifat
abstrak.
Umumnya sistem politik
mempunyai empat variabel:
a)
Kekuasaan.
b)
Kepentingan.
c)
Kebijaksanaan.
d)
Budaya politik.
Civil Society secara
bahasa dapat diartikan Masyarakat Madani yaitu Masyarakat yang beradab atau
memiliki adab untuk mendapat tatanan masyarakat yang beradab dalam membangun,
menjalani, dan memaknai kehidupannya.
V.
Penutup
Demikianlah makalah yang kami sampaikan.
Saran dan kritik yang membangun selalu kami nantikan
demi
kesempurnaan makalah ini
dan makalah berikutnya.
Semoga ada manfaatnya.
Amin
DAFTAR
PUSTAKA
Miriam budihadrjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama), 2008
“Civil Society” http://politikkontemporer.blogspot.com/2012/04/civil-society-definisi-dan-tipologi.html,
Rabu 13 Maret 2013 20:20 WIB.
“Pengertian Civil society” http://as-sosunila.blogspot.com/2012/11/pengertian-civil-society.html,
Rabu 13 Maret 2013 20:13 WIB.
[1]
Miriam budihadrjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama), 2008, hlm 47.
[2]
Ibid, hlm 17.
[3]
Miriam budihadrjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama), 2008, hlm 47.
[4]
Miriam budihadrjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama), 2008, hlm 48.
[5]
Ibid, hlm 56.
[6]
Ibid, hlm 56
[7]
Miriam budihadrjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama), 2008, hlm 59.
[8] “Pengertian Civil society” http://as-sosunila.blogspot.com/2012/11/pengertian-civil-society.html,
Rabu 13 Maret 2013 20:13 WIB.
[9]
“Civil Society” http://politikkontemporer.blogspot.com/2012/04/civil-society-definisi-dan-tipologi.html,
Rabu 13 Maret 2013 20:20 WIB.
[10]
“Pengertian
Civil society” http://as-sosunila.blogspot.com/2012/11/pengertian-civil-society.html,
Rabu 13 Maret 2013 20:13 WIB.
[11] Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar