Pemikiran Filsafat Ibnu Sina
I.
Biografi
Ibnu Sina
mempunyai nama lengkap Abu Ali Husein Ibn Abdullah bin Sina. Di dunia barat ia
dikenal dengan Avicenna. Ia adalah seoarang filosof besar yang pernah menjadi
murid al-Farabi.[1]
Beliau lahir di Afsyana, suatu tempat yang terletak di dekat Bukhara, pada daerah Khirmaisyin,[2]
dikawasan Asia Tengah. Ia lahir pada tahun 370 H bertepatan dengan tahun 980 M.
Dalam sejarah pemikiran islam, Ibnu Sina dikenal sebagai intelektual muslim
yang banyak mendapat gelar. Tampilnya Ibnu Sina sebagai ilmuan yang didukung
oleh tempat kelahirannya sebagai ibukota kebudayaan. [3]
Di
kota Bukhara Ia Menghafal Al-Qur’an dan belajar ilmu-ilmu agama dan ilmu
astronomi, sedangkan usianya baru sepuluh tahun, kemudian Ia mempelajari
matematika, fisika, logika dan metafisika. Sejarah mencatat sejumlah guru yang
pernah mendidik Ibnu Sina diantaranya Mahmud Al Massah yang dikenal sebagai
ahli matematika dari India. Selanjutnya terdapat nama Abi Abdillah an Natilli
yang darinya Ibnu Sina mempelajari ilmu Mantiq dan Falsafah. Selanjutnya dengan
cara otodidak, Ibnu Sina mempelajari ilmu kedokteran secara mendalam, hingga ia
menjadi seorang dokter termasyhur pada zamanya.[4] Dan
ada pula yang berpendapat bahwa Ia
mempelajari Ilmu kedokteran pada Isya bin Yahya, seorang Masehi.
Sebelum berumur
16 tahun, ia sudah mahir dalam ilmu kedokteran, sampai-sampai orang banyak
berdatangan untuk berguru kepadanya. Ia tidak hanya menguasai teori-teori
kedokteran, tapi juga melakukan praktek mengobati orang-orang sakit. Ketika ia
mencapai usia 17 tahun, Nuh bin Mansur penguasa daerah Bukhara, menderita sakit
keras yang tidak bisa diobati oleh dokter-dokter pada masanya. Akan tetapi,
setelah Ibnu Sina mengobatinya, sembuhlah dia. Sejak itu Ibnu Sina mendapat
sambutan yang sangat baik sekali. Pada usia 22 tahun ayahnya yang bernama
Abdullah dari Balkh meninggal dunia. Ibnu Sina Kemudian meninggalkan Bukhara
menuju Jurjan dan dari sini ia pergi ke Khawarazm. Di Jurjan ia mengajar dan
mengarang tetapi ia tidak lama tinggal disana karena kekacauan politik. Ibnu
Sina bukan seorang yang hidup menjauhkan diri dari kesenangan hidup duniawi. Ia
hidup dalam menara gading, sambil berkecimpung dalam kehidupan politik. Ia
berpindah-pindah dari suatu negri ke negri lain, untuk menyumbangkan beberapa
pikirannya pada beberapa pangeran yang berkuasa[5] dan
akhirnya sampai di Hamadsan. Oleh penguasa negri ini yaitu Syamsuddaulah, ia
diangkat menjadi mentrinya beberapa kali sesudah ia mengobati penyakit yang di
deritanya, meskipun pada masa tersebut ia pernah pula dipenjarakan.
Selama hidupnya
Ibnu Sina penuh dengan kesibukan bekerja dan mengarang, penuh pula dengan
kesenangan dan kesulitan dan boleh jadi keadaan ini telah mengakibatkan ia
tertimpa penyakit dingin yang tidak dapat diobati lagi, pada tahun 428 H (1037
M) ia meninggal dunia di Hamadzan dalam usia 58 tahun.[6]
a.
Karya Ibnu Sina
Ibu Sina tidak
pernah mengalami ketenangan dalam hidupnya dan usianya pun tidak panjang.
Meskipun banyak kesibukan dalam urusan politik, dan ditengah carut marutnya
kondisi sosial politik saat itu Ibnu Sina masih dapat menuangkan gagasan dan
pemikirannya, sehingga dari tangannnya lahir buku-buku ilmu pengetahuan. Ibnu
Sina menikmati kekuasan luar biasa atas tubuh dan pikirannya. Dan
kemampuan-kemampuan alamiah nya luar biasa tajam dan kuat. Ibnu Sina bisa
melihat dan mendengar sampai jarak bermil-mil, bisa mengingat ribuan halaman
diluar kepala hanya dengan sekali membaca dan bisa menulis buku-buku klasik
selama dalam perjalanan hidupnya.[7]
Dibidang filsafat Ibnu Sina dianggap sebagai Imam para filosof di masanya,
bahkan sebelum dan sesudahnya, dan dia pun dikenal sebagai penyair. Sehingga
ilmu-ilmu pengetahuan seperti ilmu jiwa, kedokteran dan kimia, ada yang
ditulisnya dalam bentuk syair. Begitu pula buku-buku yang dikarangnya untuk
ilmu logika dengan syair. Ibnu Sina juga dikenal produktif dalam berkarya.
Produktifitas Ibnu Sina ini disebabkan oleh:
Ø Ia pandai
mengatur waktu. Waktu siang digunakan untuk mengerjakan pemerintahan, watu
malam digunakan untuk mengajar dan mengarang.
Ø Kecerdasan otak
dan kekuatan ingatan. Sering-sering menulis tanpa referensi. Pada saat-saat
kegiatannya tidak kurang dari 50 lembar yang di tulisnya setiap hari.
Ø Sebelum Ibnu
Sina telah hidup Al-Farabi yang juga mengarang dan mengulas buku-buku filsafat.
Ini berarti al-Farabi telah meretakan jalan baginya, sehingga tidak banyak lagi
kesulitan-kesulitan yang harus dihadapinya terutama soal-soal yang kecil.[8]
Ø Ibnu Sina
pernah bercerita kepada muridnya Abu Ubaid Al Jurjani bahwa saban kali ia
mengarang dan tersekat oleh suatu problema yang tidak dapat dipecahkan maka ia
pun pergi ke masjid dan shalat tahajud. Demikian sering dilakukannya dan hal
itu dicatat Ibnu Ubaid di dalam riwayat hidup Ibnu Sina.[9]
b.
Karangan-karangan Ibnu Sina yang terkenal adalah:
a.
Asy-Syfa,
buku filsafat yang terpenting dan terbesar. Buku ini terdiri atas empat bagian
yaitu: logika, fisika, matematika dan metafisika ( ketuhanan ). Buku tersebut
mempunyai beberapa naskah yang terbesar diberbagai perpustakaan di Barat dan Timur.
b.
An-Najat
yang merupakan rigkasan buku Asy-Syifa. Buku ini pernah diterbitkan
bersama-sama dengan buku Al-Qanun, mengenai ilmu kedokteran, pada tahun 1593 M
di Roma dan pada tahun 1331 di Mesir.
c.
Al-Isyarat wat-Tanbikat, buku terakhir yang paling baik dan pernah diterbitkan di Laiden
pada tahun 1892 M. Dan sebagianya diterjemahkan kedalam bahasa Prancis.
Kemudian diterbitkan di Kairo lagi pada tahun 1947 di bawah asuhan Dr.Sulaiman
Dunia. Terpandang karya Tasawuf terbesar berisikan pembahasan tentang kebahagiaan
yang sebenar-benarnya dalam kehidupan manusiawi.[10]
d.
Al-Qanun (
Canon Of Medicine ) yang pernah diterjemahkan kedalam bahasa latin dan pernah
menjadi buku standar untuk universitas-universitas di Eropa sampai akhir abad
ke-17 M. buku ini pernah diterbitkan di Roma pada tahun 1593 dan di India pada
tahun 1323 H. [11]
e.
Al-Hikmah Al-Masyriqiyah. Buku ini banyak dibicarakan orang karena tidak jelasnya judul buku
dan naskah-naskahnya yang masih ada memuat bagian logika ada yang mengatakan
buku mengenai tasawuf.[12]
Tetapi menurut Carlos Nallino, berisi filsafat Timur sebagai imbangan dari
filsafat Barat.
Dalam permulaan
bukunya, pada bagian obat-obatan sebagai yang tertera dalam Qanon, Ibnu Sina
telah meletakan tujuh dasar untuk memungkinkan penyelidikan pengalaman. Dibawah
ini dituliskan secara singkat:
1.
Obat harus bersih darisesuatu jenis tambahan.
2.
Eksperimen, harus dilakukan dengan mudah dan tidak merupakan suatu
penyusunan penyakit.
3.
Obat harus dicoba dengan dua macam penyakit yang berlawanan.
4.
Mutu obat harus sesuai dengan kekuatan penyakit.
5.
Waktu bertindak harus diperhatikan sehingga unsur dan kejadian
tidak meragukan.
6.
Kekuatan yang ditimbulkan obat, harus diperhatikan guna memperoleh
kepastian dalam beberapa hal. Sebab jikalau penyakit tidak sembuh, itu adalah
karena akibat kekuatan tidak seimbang dengan kekuatan penyakit.
7.
Percobaan-percobaan harus dilakuakan dengan tubuh manusia, sebab
mencobakan obat terhadap singa atau seekor kuda mungkin demikian kalau digunakan
oleh manusia tidak cocok.[13]
Pembagian
filsafat bagi Ibnu Sina tidak banyak berbeda dengan pembagian-pembagian yang
sebelumnya.[14]
Ia terkenal sebagai seorang ahli fikir yang taat pada agama, setiap menyusun
karya-karyanya selalu memohon petunjuk Tuhan dan bersembahyang.[15]
Praktek kehidupannya tercermin dalam pemikirannya mengenai soal-soal politik
dan filsafat kekuasaan.[16]
c.
Sumber-sumber Pengetahuan Ibnu Sina
Ibnu Sina
dengan filsafat ketimurannya tentang kehidupan lain adalah sosok pemikir yang
terlibat dalam berbagai konflik yang terjadi pada masanya, sekaligus sebagai
seorang militan untuk mencapai suatu tujuan. Sementara itu, studi Ibnu Sina
mengenai ilmu alam disandarkan kepada masing-masing sumber dari sumber-sumber
ilmu yang diberikan kepada manusia berupa cara pembuktian, pentakwilan
ayat-ayat al Qur’an sampai kepada catatan dan eksperimen.
d.
Teori Pengetahuan Ibnu Sina
Ibnu Sina
menjelaskan pengetahuan secara berbeda dengan pandangan tradisional. Al Farabi
misalnya meyakini pengetahuan sebagai pengetahuan sebagai perkembangan progesif
pengalaman dan ide-ide umum kita kearah yang lebih abstrak. Bagi Ibnu Sina
ide-ide abstrak telah mewujud dalam pikiran. Kekhasan teori Ibnu Sina ini
menambah bobot dugaan bahwa sebenarnya dia mengakui dua pendekatan dalam
kaitannya dengan pengetahuan pendekatan filosofis dan mistis. Menurut Ibnu
Sina, persesuaian ide-ide abstrak dengan ralitas fenomenal hanya bersifat kebetulan.
Karena itu jelaslah alasan Ibnu Sina untuk berpaling dari dunia dan pemusatan
diri pada sesuatu yang lebih tinggi dalam rangka memperoleh pengetahuan.[17]
II.
Pokok Pemikiran Ibnu Sina
a.
Metafisika (Filsafat Ketuhanan)
Ibnu Sina
merupakan murid al-Farabi, jadi tidak mengherankan apabila banyak pemikiran
yang memiliki kesamaan antara pemikiran Ibnu Sina dan al-Farabi dalam teori ketuhanan. Dalam memandang
persoalan Tuhan, Ibnu Sina berpendapat bahwa Tuhan adalah sesuatu yang suci
dari adanya mahluk. Tuhan adalah sebab efficient dari alam. Dalam hal ini, Ibnu
Sina mengembangkan teori Emanasi al Farabi dengan beberapa perubahan.
Menurut al Farabi , Tuhan memancarkan dirinya sehingga lahir akal pertama, dan
akal pertama memancarkan dirinya sehingga lahir akal kedua dan langit pertama
dan seterusnya sehingga mencapai akal kesepuluh dan bumi. Akal pertama adalah
malaikat tertinggi dan akal kesepuluh adalah jibril.[18]
Ada beberapa masalah yang akan di jawab oleh Ibnu Sina mengenai tiga teori dari
beberapa filosof yaitu: Pertama, teori Plato dan Plotinus
yang mengungkapkan bahwa “prinsip pertama”
yang esa dari segala sisi adalah diatas segala nama dan sifat, khususnya
sifat ilmu karena sifat ini mengandung dalam dirinya dualisme: yang mengetahui
dan diketahui, atau subjek dan objek. Kedua, teori Aristoteles
yang mengungkapkan bahwa tuhan hanya akal semata, padanya sendiri, bukan dari
sesuatu yang lai dari Dzat-Nya. Ketiga
ajaran Al-Qur’an menjelaskan bahwa ilmu Allah meliputi segala sesuatu,
baik yang di bumi maupun yang lainya. Pemikiran metafisika Ibnu Sina bertolak
pada pandangan filsafatnya yang membagi 3 jenis hal yaitu:
1.
Penting dalam dirinya sendiri, tidak perlu kepada sebab lain untuk
kejadianya, selain ke dirinya sendiri yaitu Tuhan.
2.
Berkehendak kepada yang lain, yaitu mahluk yang butuh kepada yang
menjadikannya.
3.
Mahluk mungkin, yaitu bisa pula bisa tidak ada dan ia sendiri tidak
butuh kepada kejadiannya maksudnya benda-benda yang tidak berakal seperti,
pohon, air, batu, tanah, api dan lain-lain.
Ada tiga unsur
dalam filsafat Ibnu Sina diantaranya sebagai berikut:
1)
Unsur Ilmu Kalam
Ibnu
Sina mengikuti cara yang digunakan oleh kaum muttakalimin yang mengklasifikasikan
segala maujudat ini dalam dua klasifikasi yaitu yang wajib dan yang
mungkin.[19]
2)
Unsur yang berasal dari prinsip filsafat zaman
Ibnu
Sina dalam kitabnya An-Najah, mengatakan bahwa yang satu itu ditinjau dari
yang satunya , hanya dapat diperoleh satu juga. Tiap-tiap yang satu hanya dapat
mengeluarkan satu juga.
3)
Unsur yang berasal dari filsafat Aristoteles dan Neoplatonisme[20]
Bahwa
tuhan itu adalah Al-Aqlu. Akal kalau memikirkan dirinya , lalu
memikirkan suatu hal diluar sebab timbulnya akal lain yang dinamakan akal
pertama, menimbulkan akal kedua dan seterusnya.
Metafisika pokok
persoalanya adalah objek wujud dan jelas. Keduanya itu bebas tidak bertalian
dalam perubahan pada bendanya, seperti faham tentang mahluk,sebab musabab dan
lain-lain. Aristoteles menamakan ilmu metafisika ini ilmu agama, sebab Tuhan,
adalah wujud penting.
Tuhan adalah satu-satunya Kebenaran dan Wujud Wajib serta sebab
pertama.[21]
Bagi Ibnu Sina sifat wujudlah yang terpenting dan yang mempunyai kedudukan
diatas segala sifat lain, walaupun esensi sendiri. Dalam faham Ibnu Sina
terdapat dalam akal, sedangkan wujud terdapat di luar akal. Tanpa wujud esensi
tidak besar artinya. Oleh sebab itu wujud lebih penting dari esensi. Kalau
dikombinasikan, esensi dan wujud dapat mempunyai kombinasi sebagai berikut:
a)
Essensi yang tak dapat mempunyai wujud, dan hal yang serupa ni
disebut oleh Ibnu Sina “Mumtani” yaitu sesuatu yang mustahil berwujud.
b)
Essensi yang boleh mempunyai wujud dan boleh pula tidak mempunyai
wujud. Yang serupa ini disebut “Mumkin” sesuatu yang mungkin berwujud tetapi
mungkin pula tidak pula berwujud.
c)
Essensi yang mestinya mempunyai wujud. Essensi dan wujud adalah
sama dan satu. Yang serupa ini disebut mesti berwujud yaitu tuhan.dan wajib al
wujud inilah yang mewujudkan mumkin al wujud.
Pernyataan
bahwa alam wujud ini perlu kepada Allah, Ibnu Sina menghubungkan keduanya dalam
suatu ikatan yang kuat. Ikatan sebab dan akibat. Begitu juga ia menggunakan ide
wajib dan mumkin dalam usaha memadukan agama dengan filsafat, sehingga ia
menyangka telah berhasil menyenangkan kedua belah pihak.[22] Satu-satunya
ajaran Islam yang terdapat dalam hubungan Tuhan dengan alam adalah ajaran “Ilmu
Illahi” yang dipertahankan lagi oleh Ibnu Sina sebagai ajaran yang sesuai
dengan ajaran Islam sehingga ia menjadikan ilmu Allah menjangkau segala sesuatu
yang ada di langit dan yang ada di bumi. [23]
Dalam persoalan alam semesta, Ibnu Sina adalah seorang konseptualis. [24]Pembahasan
ini berakhir dengan lima dasar dalam ilmu metafisika Ibnu Sina, sebagai
berikut:
Ø Adanya Tuhan
dan Hubungan-Nya dengan alam semesta.
Ø Hukum Alam atau
hierarchy-kanun mahluk, berjenjang naik bertangga turun
Ø Hukum sebab dan
musabab
Ø Konsepsi yang
Maha Mengatur
Ø Tuhan Yang Maha
Tahu.[25]
b.
Ilmu Jiwa Ibnu Sina
Selain
persoalan metafisika ketuhanan, Ibnu Sina juga memberikan perhatian yang khusus
terhadap pembahasan kejiwaan. Jiwa itu suatu “bentuk tubuh” yang memungkinkan
tubuh tempatnya yang berdiam itu untuk menjelmakan dirinya secara khusus dan
melaksanakan kerja-kerja tertentu.[26] Ilmu
jiwa Ibnu Sina di Eropa sangat ternama. Buku-bukanya sampai ke Eropa dengan
bahasa Latin terutama Al-Syifa. Peranan Ibnu Sina dalam ilmu jiwa mempengharui
dunia timur dan barat. Bagian yang terpenting untuk ilmu jiwa dalam Al-Syifa
dinamakan Al-Najat dalam biku ini Ibnu Sina menuliskan berbagai Persoalan dalam
ilmu jiwa. Ibnu Sina berpendapat bahwa akal pertama mempunyai dua sifat: sifat
wajib wujudnya sebagai pancaran dari Allah, dan sifat mungkin wujudnya jika
ditinjau dari hakekat dirinya. Terhadap masalah bahwa jiwa itu suatu perwujudan
tersendiri diluar perwujudan tubuh, Ibnu Sina mengungkapkan berbagai alas
pikiran guna pembuktian sebagai berikut:
1.
Manusia itu memiliki tanggapan terhadap objek-objek pikiran yang
bukan datang dari saluran panca indera.
2.
Manusia itu senantiasa menanggapi bahwa “dia itu ada” dan bahwa
“dia itu adalah dia” dan keberadaannya itu berketerusan.
3.
Manusia itu bilamana kehilangan salah satu anggota tubuhnya maka
akan berkurang jumlah pengenalannya, seumpana kehilangan mata atau pendengaran
atau lainnya, akan tetapi “jiwa yang berfikir” itu tidak pernah terpengaruh
oleh hal itu.
4.
Manusia itu telah terbenam oleh pikiran maupun tekun dalam berbuat,
sememtara itu ia akan lupa anggota tubuhnya dan panca inderanya, tapi tak
pernah lupa bahwa ia telah berfikir maupun tengah berbuat.[27]
Dengan demikian
ia mempunyai tiga objek pemikiran: Tuhan, dirinya sebagai wajib wujudnya dan
dirinya sebagai mungkin wujudnya. Dari pemikiran tentang tuhan timbul akal-akal,
dari pemikiran tentang tentang dirinya sebagai wajib wujudnya timbul jiwa-jiwa,
dan dari pemikiran tentang dirinya sebagai mungkin wujudnya timbul langit-langit.
Sebagai Ariestoteles Ibnu Sina membagi dalam tiga bagian yaitu:
1.
Jiwa tumbuh-tumbuhan dengan daya-daya:
Ø Makan
Ø Tumbuh
Ø Berkembang biak[28]
2.
Jiwa binatang dengan daya-daya:
Ø Gerak
Ø Menangkap:
menangkap dari luar dengan panca indra, menangkap dari dalam dengan indra-indra
dalam diantaranya:
ü Indra bersama, yang menerima segala apa yang di tangkap oleh panca indera.
ü Representasi, yang menyimpan segala apa yang diterima oleh indera bersama.
ü Imajinasi, yang dapat menyusun apa yang disimpan dalam representasi.
ü Estimasi, yang dapat menangkap hal-hal abstrak yang terlepas dari materi
umpamanya keharusan lari bagi kambing dari anjing srigala.
3.
Jiwa manusia dengan daya-daya:
Ø Praktis yang hubungannya
adalah dengan badan
Ø Teoritis yang
hubunganya adalah dengan hal-hal yang abstrak. Daya ini mempunyai tingkatan:
ü Akal Materil yang semata-mata yang mempunyai potensi untuk berfikir dan belum
dilatih walaupun sedikit.
ü Intelektual in
habits yang telah
mulai dilatih untuk berfikir tentang hal-hal yang abstrak
ü Akal Mustafad , akal yang telah sanggup berfikir tentang hal-hal abstrak dengan
tak perlu pada daya upaya. Akal yang terlatih begitu rupa sehingga hal-hal yang
abstrak selamnya terdapat dalam akal yang serupa ini, akal yang serupa inilah
yang sanggup meneima limpahan ilmu pengetahuan dari akal aktif.
Sifat seseorang
bergantung pada jiwa mana dari ketiga macam jiwa yang berpengaruh kepada
dirinya. Jika jiwa tumbuh-tumbuhan dan binatang yang berkuasa pada dirinya,
maka orang itu dapat menyerupai bintang. Tetapi jika jiwa manusia yang
mempunyai pengaruh atas dirinya maka orang itu dekat menyerupai malaikat dan
dekat pada kesempurnaan.
Menurut
pendapat Ibnu Sina manusia merupakan satu unit tersendiri dan mempunyai wujud
terlepas dari badan. Jika manusia timbul dan tercipta tiap kali ada badan yang
sesuai dan dapat menerima jiwa, lahir di dunia ini. Salah satu dalil yang
digunakan Ibnu Sina untuk membuktikan adanya jiwa adalah orang terbang. Menurut
Ibnu Sina, andaikan ada orang yang mempunyai kekuatan yang penuh, baik akal
maupun jasmani kemudian ia menutup matanya sehingga tak dapat melihat sama
sekali apa yang ada disekelilingnya, kemudian ia diletakkan di udara, sehingga
ia tidak merasakan sesuatu persentuhan atau perlawanan dan anggota badannya
diatur sedemikian rupa sehingga ia tidak saling bersentuhan da atau bertemu. [30] Segi-segi
kejiwaan pada Ibnu Sina pada garis besarnya dapat dibagi dalam dua segi, yaitu:
Pertama, Segi Fisika yang membicarakan macam-macamnya
jiwa, pembagian kebaikan-kebaikan, jiwa manusia, indera dan lain-lain dan
pembahasan lain yang biasa termasuk ke dalam pengertian ilmu jiwa yang
sebenarnya. Kedua, Segi Metafisika yang membicarakan
tentang wujud dan hakikat jiwa, pertalian jiwa dengan badan, dan keabadian
jiwa. Pengaruh Ibnu Sina dalam soal kejiwaan tidak dapat diremehkan baik pada
dunia pikir Arab sejak abad ke-10 M sampai akhir abad ke-19 M, maupun pada
filsafat skolastik Yahudi dan Masehi. [31]
20 Fakta Unik Ibnu Sina yang Jarang Diketahui Orang
1.
Ibnu sina telah hafal Al-Qur’an di usia 7 tahun, ia juga telah
memahami metafisika dan semua filsafat Aristoteles di umur 8 tahun. Di usia ini
ia telah berinisiatif sendiri membeli buku tafsir metafisika Aristoteles karya
Al Farabi seharga 3 Dirham.
2.
Ibnu Sina telah membahas Kanker, Tumor, Diabetes pada
Masterpiece-nya Canon Of Medicine. Ia sendiri telah membahas tentang bedah
tumor. Teorinya tentang cara penularan TBC sempat ditolak di Barat selama
ratusan tahun, namun pada akhirnya diterima kebenarannya setelah mikrosoft
ditemukan. Ia juga telah menyatakan dalam Canon tentang manfaat olahraga untuk
menjaga kesehatan.
3.
Uji klinis, exsperimental medicine, uji efektivitas obat adalah
beberapa kontribusi Ibnu Sina dibidang farmakologi klinis. Sebelum uji klinis da
kaidah-kaidahnya ditemukan, sebenarnya pada masa2 islam obat-obatan dicobakan
pada hewan seperti kera, singa, tikus, dan kuda untuk melalui uji kelayakan
beredar.
4.
Ibnu Sina adalah pelopor Psikofisiologi, psikosomatik dan
Neuropsikiatri. Ketertarikannya ini membuatnya menulis banyak jurnal tentang
psikologi dan psikiatri, jauh sebelum Sigmund Freud. Beberapa penyakit yang ia
bahas diantaranya meliputi halusinasi, imsonnia, dementia dan vertigo.
5.
Ibnu Sina sangat percaya bahwa pikiran manusia dapat mempengharui
kondisi fisiknya. Ia bahka pernah berpesan kepada murid-muridnya, “ jangan
pernah katakan kepada pasien kalau penyakit mereka tidak bisa diobati. Karena
sesungguhnya sugesti kalian adalah obat bagi pasien.”
6.
Di bidang fisika Ibnu Sina adalah penemu thermometer dan ia
selalu mnggunakan alat itu disetiap penelitiannya untuk mengukur suhu udara
sekitar.
7.
Di bidang kimia, Ibnu Sina menemukan tehnik destilasi uap
untuk mengesrak minyak atsiri dari herbal dan rempah-rempah.
8.
Di bidang metafisika Ibnu Sina telah menyatakan bahwa manusia dapat
menciptakan kejadian dalam hidupnya dengan energy pikirannya dan emosi kuat
yang menyertainya.
9.
Pengobatan dengan lintah yang popular pada abad-18 di Eropa sebenarnya adalah temuan Ibnu Sina.
10.
Ibnu Sina menemukan peredaran darah manusia dan anatominya, 600
tahun lebih sebelum William Harvey.
11.
Ibnu Sina adalah Founding Father Rumah Sakit Jiwa. Disamping dosen,
dokter dan filusuf ia juga adalah seorang psikiater. Pada saat itu di Eropa,
orang-orang gila masih dibakar hidup-hidup karena dianggap penjelmaan iblis.
12.
Ibnu Sina membahas dalam Canon of Medicine tentang manfaat Red Wine
memperkuat jantung. Tahun 1940-an, dunia kesehatan barat membenarkan hal ini
dengan adanya anti oksidan fenolik bernama resveratrol yang terdapat dalam Red
Wine. Resveratrol baru dipublikasikan dalam dunia kesehatan pada tahun 1990-an.
13.
Di Canon Ibnu Sina membahas tentang ethanol yang dapat membunuh
mikroorganisme. Setiap kali hendak meracik obat atau menangani fasien, ia slu
mecuci tanganya dengan khamer sebab isolat ethanol belum ditemukan pada
masanya.
14.
Sebagian metode pengobatan Ibnu Sina menggabungkan unsur metode
yunani yang saat itu hampir punah. Kini metode pengobatan yunani yang dijelaskan
Ibnu Sina mulai digunakan kembali oleh orang-orang Barat sebagai salah satu
metode kesehatan alternativ seperti Yoga.
15.
Ibnu Sina memiliki kebiasaan berwudhu dan sholat-sholat sunah 2
rakaat setiap kali ia menemukan jalan buntu, meneliti atau menulis. Menurut
pengakuannya, seringkali ia menemukan inspirasi kembali setelah sholat atau
dalam mimpi tidurnya.
16.
Ibnu Sina disamping jagonya logika, otak kanannya tidak kala hebat.
Ia juga adalah penyair, jago bermain musik dan juga bernyanyi. Kemampuanya
membaca dan menulis sangat cepat. Ia bahkan bisa menulis dengan tulisannya
tetap rapi diatas punggung kuda yang berjalan cepat.
17.
Sejak kecil ibnu Sina telah
mendapatkan homeschooling dari banyak guru dan ia tidak malu berguru ke siapa
saja. Ia mengaku semasa kecilnya mempelajari aritmatika dari tukang sayur
India. Hingga tua pun ia masih suka berguru kebanyak ilmuan, salah satunya ahli
fiqh terkenal Al Farabi.
18.
Ibnu sina sangat workaholic. Ia menghabiskan sepanjang siangnya
meneliti di lab, mengajar atau menangani pasiennya sepanjang malam ia belajar
dan menulis buku serta jurnal. Bahkan sekertarisnya Al Jauzakani, menyatakan
bahwa Ibnu Sina meninggal karna kelelahan. Saat ia mendapat teguran dari
temanya mengenai kebiasaan workaholic ini, Ibnu Sina menjawab “ saya memilih
umur pendek yang penuh makna dan karya, daripada umur panjang yang hampa”.
19.
Karena sifat workaholic yang mendahulukan ilmu diatas segalanya,
Ibnu Sina tidak pernah menikah seumur hidupnya. Menjelang meninggal, ia
mendatangi setiap orang yang pernah ia sakiti untuk meminta maaf dan hartanya
ia bagikan untuk fakir miskin.
20.
Beberapa murid jarak jauh atau orang-orang yang banyak menerima
pengaruh dari Ibnu Sina, hingga ratusan tahun setelah ia meninggal: Imam
Ghozali, Umar Khayam, Ibnu Rusydi, Vincent de Beauvais, Isaac Newton, William
Harvey, dll.[32]
III.
Kesimpulan
a)
Ibnu Sina adalah ilmuan muslim yang mahir dibanyak bidang seperti
kedokteran, politik, kesenian dan filsafat. Ia juga seorang yang produktif
menelurkan karya, salah satu karyanya adalah As-Syifa yang memuat tentang
filsafat. Dan karya-karya lainya adalah:
Ø An-Najat
Ø Al-Isyarat
wat-Tanbikat
Ø Al-Qanun
Ø Al-Hikmah
Al-Masyriqiyah
b)
Ibnu Sina adalah murid Al-Farabi sehingga mereka memiliki pandangan
pemikiran yang sama antara Ibnu Sina dan Al-Farabi tentang teori ketuhanan.
c)
Ibnu Sina juga memberikan perhatian yang khusus terhadap pembahasan
kejiwaan. Jiwa itu suatu “bentuk tubuh” yang memungkinkan tubuh tempatnya yang
berdiam itu untuk menjelmakan dirinya secara khusus dan melaksanakan kerja-krja
tertentu.
d)
Segi-segi kejiwaan pada Ibnu Sina pada garis besarnya dapat dibagi
dalam dua segi, yaitu: Pertama, Segi Fisika. Kedua,
Segi Metafisika.
DAFTAR PUSTAKA
Al Ahwani Ahmad Fuad. Filsafat Islam. Jakarta: Pustaka
Firdaus. 1993
Daudy Ahmad. Segi-segi Pemikiran Falsafi Dalam Islam.
Jakarta: Bulan Bintang. 1984
Hanafi Ahmad. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Bulan
Bintang. 1996
Hasbullah. Disekitar Filsafat Skolastik Islam. Jakarta:
Tintamas. 1973
Hasyimsyah, Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama.
2002
Hoesin Oemar Amin. Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
1975
Khan Ali Mahdi. Dasar-dasar Filsafat Islam (Pengantar Ke Gerbang
Pemikiran). Bandung: Nuansa. 2004
Nasution Harun. Filsafat dan Mitisisme Dalam Islam. Jakarta:
Bulan Bintang. 1973
Nata Abuddin. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam.
Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2003
Romas Ghofir. Antara Islam dan Rationalisme. Semarang: BUPFD
IAIN Walisongo. 1979
Purwantana dkk. Seluk Beluk Filsafat Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
1994
Sudarsono. Filsafat Islam. Jakarta: Rineka Cipta. 1996
Supena Ilyas. Pengantar Filsafat Islam. Semarang, Walisongo
Press. 2010
Sou’yb Yoesoef. Pemikiran Islam Merobah Dunia. Jakarta:
Firman Madju. 1984
http://zilzaal.blogspot.com
fakta-unik-ibnu-sina tgl. Akses 29-04-2013
[1] Ilyas Supena, Pengantar Filsafat Islam, Semarang: Walisongo
Press, 2010. Hal, 97
[2] Harun Nasution, Falsafat dan Mitisisme dalam Islam, Jakarta:
Bulan Bintang, 1992. Hal. 34
[3] Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000. Hal, 61
[5] Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1993. Hal, 70
[6] Poerwantana dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, Bandung: Remaja
Rosdakarya,1991. Hal, 144-145
[7] Ali Mahdi Khan, Dasar-dasar Filsafat Islam, Pengantar ke Gerbang
Pemikiran, Bandung: Nuansa, 2004. Hal, 73
[8] Ilyas Supena, Pengantar Filsafat Islam, Op.Cit. Hal, 98
[9] Yoesoef Sou’yb, Pemikiran Islam Merobah Dunia, Bandung:
Firman Madju, 1984. Hal, 133
[10] Ibid, hal, 132
[11] Yoesoef Sou’yb, Ibid. hal 146
[12] Sudarsono, Filsafat Islam, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 1,
1997. Hal, 44
[13] Oemar Amin Hoesin, Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang,
Cet. 2, 1964. Hal, 116
[14] Ahmad Hanafi, pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, Cet. 6, 1996. Hal, 8
[15] Ghofir Romas, Antara Islam dan rationalisme, Semarang: Badan
Usaha Penerbitan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo. 1979. Hal, 12
[16] Ahmad Fuad Al-Ahwani, Filsafat Islam, Op.Cit. Hal, 70
[17] Ilyas Supena, Op.Cit. Hal, 105-106
[18] Ilyas Supena, op.Cit. Hal, 99
[19] Poerwanto dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, Op.Cit. Hal,46-48
[20] Hasbullah, Disekitar Filsafat Skolastik Islam, Jakarta:
Tintamas, 1978. Hal, 43
[21] Ali Mahdi Khan, Dasar-dasar Filsafat Islam, Pengantar ke Gerbang
Pemikiran, Op.Cit. Hal,84
[22] Ahmad Daudy, Segi-segi Pemikiran Falsafi Dalam Islam,
Jakarta: Bulan Bintang, 1984. Hal, 17
[23] Ilyas Supena, Pengantar Filsafat Islam, Op.Cit. Hal, 103
[24] Ali Mahdi Khan, Dasar-dasar Filsafat Islam, Pengantar ke Gerbang
Pemikiran, Op.Cit. Hal, 80
[25] Oemar Amin Hoesin, Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang
Cet. 2, 1964. Hal, 125
[26] Yoesoef Sou’yb, Op. Cit. Hal, 140
[27] Yoesoef Sou’yb, Ibid. Hal, 142
[28] Harun Nasution. Op.Cit. Hal, 35-37
[29] Hasyimsyah, Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama,
Cet. VI, 2002. Hal 72-73
[30] Ilyas Supena, Op.Cit. Hal, 107
[31] Poerwantana dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, Op.Cit. Hal,
156-157
[32] http://zilzaal.blogspot.com
fakta-unik-ibnu-sina tgl. Akses
29-04-2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar