Manajemen sumber daya manusia
Manajemen sumber daya manusia, disingkat MSDM, adalah suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh individu secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga tercapai tujuan (goal) bersama perusahaan, karyawan dan masyarakat menjadi maksimal. MSDM didasari pada suatu konsep bahwa setiap karyawan adalah manusia - bukan mesin - dan bukan semata menjadi sumber daya bisnis. Kajian MSDM menggabungkan beberapa bidang ilmu seperti psikologi, sosiologi, dll.
Unsur MSDM adalah manusia.
Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain dan implementasi
sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan,
pengelolaan karier, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan
ketenagakerjaan yang baik.
Manajemen sumber daya manusia melibatkan semua keputusan dan praktik
manajemen yang memengaruhi secara langsung sumber daya manusianya.
Perusahaan beruntung bila bisa menggaet tenaga manajerial, yang sudah pengalaman ataupun trainee, yang brilyan. Kerepotannya adalah bagaimana membuat si “Bintang” itu betah di perusahaan. Gaji besar tak selalu menjamin ia bakal “loyal” terus. (Jika Anda ingin mendapatkan slide presentasi bagus tentang HR Management dan Career Planning, silakan KLIK DISINI ).
Merekrut tenaga tingkat manajerial merupakan aktivitas yang tidak
murah. Tak jarang perusahaan harus menggunakan konsultan tenaga kerja
dari luar untuk melaksanakan rekrutmen dan seleksi calon pegawai yang
cocok. Cara yang lebih jitu lagi meojaring calon yang tepat adalah
secara aktif mencari di dalam kalangan industri dan bila perlu
membajaknya dari perusahaan lain (”headhunting” dan “hijacking”). Semua,
tentu, dengan biaya yang tidak sedikit bagi perusahaan yang membutuhkan
tenaga manajer tersebut.
Usaha yang kompleks dan tidak murah ini belum juga menjamin
kesesuaian antara calon pegawai dengan jabatan yang bakal diisinya.
Ketidakcocokan bisa karena ternyata si calon itu tidak memenuhi sejumlah
syarat kerja, atau malah si calon itu sendiri yang — setelah ia tahu
lebih banyak mengenai pekerjaannya — merasa kurang pas dengan kedudukan
barunya.
Bila ini keadaannya, maka dapat diperkirakan bahwa cepat atau lambat
si pegawai itu akan “mental” atau hengkang dari tempat kerja. Hal yang
amat merugikan perusahaan sekiranya pegawai tersebut sebenarnya termasuk
pekerja yang baik dan penuh potensi.
Membuat Betah Gaji tinggi, fasilitas lengkap, sertajabatan/ke-dudukan
yang jelas tak selalu menjamin betahnya seorang pegawai, apalagi untuk
tingkat ma¬najerial ke atas. Sebagai orang baru, hal-hal itu tentu
menjadi pertimbangan, namun, selang beberapa waktu, tentu ada hal-hal
lain yang bakal dicarinya.
Upaya untuk membuat pegawai baru betah, apalagi bila diketahui ia
tipe yang penuh inisiatif, eneriik, dan ogah rutinitas, harusnya dimulai
sejak awal, kala ia baru masuk. Pada bulan pertama diperkenalkan kepada
lingkungan kerjanya serta tugas-tugasnya secara spesifik. Bersamaan
dengan itu pula sang pegawai baru di-expose pada budaya perusahaan,
yakni pola perilaku segenap warga perusahaan yang mencerminkan sistem
nilai yang dianut perusahaan.
Untuk para manajer baru yang tugasnya ber-hubungan dengan banyak unit
lain dalam per¬usahaan, maka ada baiknya ia pun mengenali fungsi dan
tugas unit-unit itu. Beberapa perusahaan besar bahkan mengharuskan para
manajer tersebut untuk mengikuti hands-on training di beberapa unit yang
relevan. Ini pengalaman yang penting mengingat bahwa dalam tugasnya
kelak sang manajer bakal berhubungan banyak dengan unit-unit tersebut
sehingga perlu memahami pola kerjanya sedetail mungkin.
Dalam proses ini, yang bisa saja berlangsung sampai setahun, trainee
yang bakal menduduki jabatan eselon manajemen ini berinteraksi de¬ngan
banyak pihak; dengan kalangan pelaksana, penyelia, manajer, dan tak
jarang pula dengan pimpinan perusahaan. Kerapkali momen sosialisasi
seperti ini menjadi faktoryang turut mendu-kung kemajuan karir trainee
tersebut.
Selain itu, pelatihan dalam bidang organisasi, komunikasi, maupun
bidang-bidang lain yang menunjang ketrampilan manajemen, merupakan
masukan berharga bagi calon manajer. Apa¬lagi bila materi pelatihan
disajikan oleh praktisi-praktisi yang mengenai betul kondisi dan iklim
kerja di perusahaan. Memang, sekali lagi, ini bentuk perhatian pada
calon-calon manajer yang harganya tentu mahal.
Tetapi ini harus dipandang sebagai investasi perusahaan untuk
memiliki jajaran manajer yang trampil, mampu, dan punya wawasan yang
sejalan dengan cita-cita dan falsafah perusahaan. Dari sudut si calon
manajer sendiri, ini merupakan perlakuan yang tentunya memperkaya
pengetahuan dan kemampuan individualnya, yang pada gilirannya bisa
berperan besar dalam menumbuhkan loyalitasnya pada perusahaan.
Ibarat bayi yang baru lahir dan memasuki dunia baru, maka enam bulan
pertama seorang pegawai baru adalah masa-masa kritis yang menentukan
sikap dan pandangannya terhadap perusahaan maupun pekerjaannya.
Betah dan Berprestasi Bagi pegawai baru yang dipersiapkan untuk
menduduki jabatan manajerial, tentunya ada harapan bahwa ia diberi
kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya. Percuma mereka sekolah
tinggi-tinggi (seringkali sampai tingkat MBA) bila kesempatan itu tak
kunjung tiba. Oleh karena itu, suatu kesalahan besar bila pada saat ia
masuk ia langsung diantar ke meja atau ruangannya, lantas didiamkan.
Perusahaan mungkin menganggap bahwa pasti pegawai baru itu akan segera
bersibuk diri dalam pekerjaan. Dugaan yang cenderung meleset karena
siapa pun juga dan sehebat apa pun orangnya butuh tuntunan dalam
orientasi pekerjaan. Lantas ia butuh kesempatan untuk mempraktekkan
sega-la pengetahuan sekolahnya secara konkrit di tempat kerja.
Hal lain yang dapat membuat “orang baru” dalam perusahaan semakin
betah adalah apabila dalam bulan-bulan pertama ia sudah dilibatkan dalam
beberapa persoalan perusahaan yang cukup penting. Ini kesempatan pula
baginya untuk menyumbangkan pikirannya dalam rangka pemecahan masalah.
Syukur-syukur bila sumbang sarannya benar-benar diperhatikan dan — kalau
memang itu usul yang pantas — diterapkan. Secara psikologis hal ini
dapat diterangkan sebagai proses daur pengalaman yang menguatkan
perilaku tertentu yang dikehendaki. Dalam proses seperti ini,
urutan-urutan kejadian adalah sebagai berikut:
- ada pegawai baru dalam perusahaan,
- sebagai orang baru ia akan mengacu pada atasannya dalam perusahaan,
- bila atasan atau pimpinan perusahaan itu memberi kesempatan padanya untuk berperan aktif dalam suatu pemecahan persoalan, maka,
- pegawai baru tersebut akan memperoleh rasa puas yang sifatnya menguatkan keputusan-nya semula untuk masuk dalam perusahaan.
Untuk menciptakan kondisi kerja seperti itu, maka perusahaan
sebenarnya dapat merancangnya sejak awal. Selain tugas-tugas yang
relatif rutin yang dibebankan pada manajer baru tersebut, maka dapat
pula disisipkan beberapa tugas lain yang sifatnya khusus. Misalnya, ia
si manajer baru dapat dimasukkan ke dalam sua¬tu tim yang menangani
proyek tertentu. Tentunya tugas-tugas khusus yang diberikan itu harus
sesuai dengan bidang keahliannya. Selain itu, tingkat kesulitan yang
dihadapi dalam tugasnya hendaknya proporsional dengan statusnya seba¬gai
orang baru. Jangan sampai orang baru ini mendapat “daging yang terlalu
besar dan alot ba¬ginya untuk dikunyah”.
Banyak pula perusahaan yang menggunakan sistem mentor dalam program
orientasi tenaga manajerial baru. Yang biasa dikaryakan untuk tugas
mentor ini adalah para eksekutif senior. Cara ini memungkinkan manajer
baru untuk lebih cepat mengenal medan. la pun akan menyerap
informasi-informasi (dan “trick-trick”) dalam tugasnya yang mungkin tak
bisa diperoleh melalui pola orientasi lain. Mentor akan memberi tahu
titik-titik bahaya yang perlu dihindari, kesempatan-kesempatan mana yang
bakal muncul dan dimanfaatkan, serta 100 hal-hal lain (kecil maupun
besar) yang bisa membuat manajer baru lebih efektif lebih cepat.
Yang penting, si mentor memberi informasi tidak berdasarkan kerangka
teoritis belaka tetapi sudah dicampurnya dengan unsur pengalaman dan
kebijaksanaan yang diperoleh melalui proses kerja bertahun-tahun.
Tentunya perusahaan harus selektif dalam memilih mentor. Gunakan
eksekutif-eksekutif atau tenaga senior lainnya yang benar-benar kompeten
dan punya keinginan untuk membimbing tunas baru. Ini penting karena
yang ditangani adalah kader-kader calon penerus perusahaan. Sikap dan
cara kerja yang akan tumbuh pada mereka bisa banyak ditentukan oleh
pengalaman dini yang dilewati semasa di bawah pengawasan dan bimbingan
mentor.
Penting pula bagi manajer baru yang sedang dalam masa orientasi
seperti di atas untuk memperoleh umpan balik yang cukup. Performance
appraisal (penilaian karya) terhadap aktivitas kerjanya tiap 3 bulan
selama satu atau dua tahun dinilai banyak ahli perusahaan sebagai tidak
berlebihan. Tak perlu terlalu repot melaksanakan ini, cukup satu session
tatap muka untuk mengutarakan apa yang telah dilakukan selama ini, mana
yang dianggap benar atau efektif, mana yang kurang tepat, dan kira-kira
apa yang bakal dihadapinya dalam waktu yang akan datang.
Memang, tampaknya cukup rumit untuk mengurusi orang yang baru
memasuki sebuah perusahaan. Tetapi bila ini menyangkut tenaga yang
dipandang penting oleh perusahaan (”bintang” begitu), maka mau tak mau
upaya ini harus ditelusuri. Betapa tidak. Dalam suasana kompetitif
seperti sekarang, Tenaga kerja yang baik pada dasarnya tak bisa dibeli;
paling-paling hanya bisa “disewa” beberapa tahun saja. Oleh karena itu
penting menumbuhkan rasa betah dan loyal pada dirinya, agar penyewaan
terha-dapnya berlangsung terus.
Catatan kaki
-
^ http://e-course.usu.ac.id/content/manajemen/manajemen0/textbook.pdf
-
^ Dessler,
Gary, (2005), Human Resource Management (Manajemen Sumber Daya Manusia)
edisi kesembilan jilid 2, edisi Bahasa Indonesia, Indeks, Jakarta.
-
^ Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia (2006:5)
Rujukan
-
Cut Zurnali, (2010), Knowledge Worker: Kerangka Riset Manajemen Sumber Daya Manusia Masa Depan, Penerbit Unpad Press, Bandung
-
Handoko, T.H.(1987). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Edisi ke-2. Yogyakarta:PBFE [Universitas Gadjah Mada].
-
Siagian, Sondang P. (2006), Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan ketiga belas, Bumi Aksara, Jakarta.
-
Saydam, Gouzali, (2000), Manajemen Sumber Daya Manusia : Suatu
pendekatan Mikro (Dalam Tanya Jawab), Cetakan kedua, Djambatan, Jakarta
-
Hariandja, Marihot Tua Efendi, (2005), Manajemen Sumber Daya
Manusia : Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian, dan Peningkatan
Produktivitas Pegawai, Cetakan ketiga, PT Grasindo, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar