Pengantar Ilmu Dakwah
Secara bahasa da’wah berasal dari bahasa arab
yaitu; daa’a, yad’uu, da’watan, yang berarti panggilan, seruan, atau ajakan. Dalam pengertian luas da’wah adalah upaya untuk mengajak seseorang
atau sekelompok orang(masyarakat) agar memeluk dan mengamalkan ajaran
islam atau untuk mewujudkan ajaran islam kedalam kehidupan yang nyata. Pelaku dalam da’wah disebut da’i,
sedangkan sasaran da’wah disebut mad’u. mad’u terbagi atas 2 yaitu, umat ijabah
dan umat da’wah. Umat ijabah merupakan individu dan masyarakat yang telah masuk
islam sedangkan umat da’wah adalah individu dan masyarakat yang belum masuk
islam.
Dasar da’wah terdapat dalam al-Qur’an yaitu, Ali-Imran
104, 111, An-Nahl 125, Al-Fushilat 33. Hukum da’wah bagi siapa saja
yang mengaku islam adalah wajib. hal ini sesuai dengan surat at-Taubah ayat 71 dan berdasarkan Sabda
Raulullah saw “barang siapa melihat kemungkaran hendaklah mengubah dengan
tangannya dan bila tidak mampu hendaklah mengubah dengan ucapannya dan bila
tidak mampu hendaklah mengubah dengan hatinya, yang demikian itu
selemah-lemahnya iman”(hadits riwayat Muslim). Meskipun ada kalimat “mengubah
dengan tangan” namun dalam sejarah rasulullah berda’wah selama 13 tahun di
makkah tidak menggunakan kekerasan. Namun dijelaskan bahwa untuk membela diri
pun disarankan, hal ini sesuai dengan Q.S. al-Hajj:39, “telah diwajibkan
(untuk berperang) bagi orang-orang yang telah diperangi, karena telah di
zhalimi.”
Da’wah menurut Salahudin Sanusi memiliki lima tujuan, pertama yaitu tujuan hakiki,
mengajak manusia beriman kepada Allah swt. kedua tujuan umum, menciptakan
kesejahteraan hidup manusia. Ketiga tujuan khusus, tinjauan terhadap sesuatu
sifat atau bentuk permasalahan. Keempat tujuan urgen/darurat, penyelesaian
masalah darurat. Kelima tujuan insidential, penyelesaian masalah yang tidak
tentu datangnya.
Dalam perjalanan sejarah rasulullah, da’wah rasulullah berisi
tahapan-tahapan, tahapan pertama adalah dengan sembunyi-sembunyi(sirriyah) dan tahapan
kedua adalah dengan berda’wah secara terang-terangan(Q.S.al-Hijr:94). Tahapan
pertama(sirriyah) dilakukan beliau dengan, pembinaan dan pengkaderan.
Pada tahap ini rasulullah menyiapkan para sahabat sebagai calon da’i untuk
menyiarkan agama islam. Dalam tahap ini rasulullah melakukannya dengan 2 pokok materi.
Yang pertama membentuk pemahaman dan penghayatan terhadap aqidah
dan syari’at islam,dan yang kedua menjadikan pemahaman dan
penghayatan terhadap aqidah dan syari’at islam sebagai pedoman bertingkah laku.
pada tahap sirriyah pun beliau memusatkan da’wah terhadap orang-orang dekat,
seperti keluarga, sahabat. Kemudian berlanjut pada tahapan kedua, yaitu secara
terang-terangan. Da’wah terang-terangan ini dilakukan beliau ketika turun
perintah dari Allah swt “maka sampaikanlah secara terang-terangan apa yang
diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang musyriki”(Q.S.
al-Hijr : 94).
Dalam dunia modern, tahapan sirriyah, tidak lagi seperti dalam zaman
rasulullah, kini metode maupun media yang menunjang keberhasilan da’wah pun
semakin beragam. Namun, dalam Al-Qur’an ada tiga metode pokok da’wah, yaitu; metode
al-Hikmah/kearifan(Q.S.an-Nahl:125), metode al-Mau’idhah al-Hasanah/persuasi
dan metode al-Mujadalah bi al-lati hiya ahsan/nilai dialogis. Metode
al-Hikmah adalah metode dengan mengenali dasar dan hakekat da’wah. Dalam metode
ini da’i diharuskan lebih dahulu memahami apa tujuan da’wah, siapa mad’u dsb.
Kemudian metode al-Mau’idhah al-Hasanah adalah metode dengan memberi kepuasan
kepada jiwa orang atau masyarakat, dengan cara yang baik. misalnya, dengan
pemberian nasehat yang baik, da’wah dengan menggunakan kesenian, atau dengan
cara apapun asal tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan ass-Sunnah, agar,
proses da’wah dirasakan mad’u sangat menyenangkan dan menggembirakan sehingga
secara psikologis akan membantu dalam peresapan makna isi da’wah. Terakhir,
metode al-Mujadalah bi al-lati hiya ahsan adalah metode bertukar pikiran,
dengan cara yang baik. Misalnya dengan berdiskusi, atau ceramah dengan forum
tanya jawab dsb.
Pelaku dalam dakwah(da’i) ada yang dalam bentuk individu(da’i) dan
adapula dalam bentuk jama’ (du’aah). Contoh individu seperti, ust. A’a
Gymnastiar, ust. Jefri Al-Bukhori, ust. Yusuf Mansur, dsb. Sedangkan yang jama’
misalnya, organisasi (muhammadiyah), jama’ah tabligh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar