Rabu, 25 Januari 2017

ENTREPRENEURSHIP AND INNOVATION MANAGEMENT (POLA PIKIR DAN KARAKTER WIRAUSAHA, PERBEDAAN WIRAUSAHA VS MANAJER)





ENTREPRENEURSHIP AND INNOVATION MANAGEMENT

POLA PIKIR DAN KARAKTER WIRAUSAHA, PERBEDAAN WIRAUSAHA VS MANAJER

Karakteristik Wirausaha
Menurut David (1996) karakteristik yang dimiliki oleh seorang wirausaha memenuhi syarat- syarat keunggulan bersaing bagi suatu perusahaan/organisasi, seperti inovatif, kreatif, adaptif, dinamik, kemampuan berintegrasi, kemampuan mengambil risiko atas keputusan yang dibuat, integritas, daya-juang, dan kode etik niscaya mewujudkan efektivitas perusahaan/organisasi. Hal ini digambarkan melalui Tabel 1.

Disamping itu, dalam suatu penelitian tentang Standarisasi Tes Potensi Kewirausahaan Pemuda Versi Indonesia; Munawir Yusuf (1999) menemukan adanya 11 ciri atau indikator kewirausahaan, yaitu:
1. Motivasi berprestasi
2. Kemandirian
3. Kreativitas
4. Pengambilan resiko (sedang)
5. Keuletan
6. Orientasi masa depan
7. Komunikatif dan reflektif
8. Kepemimpinan
9. Locus of Controll
10. Perilaku instrumental
11. Penghargaan terhadap uang.
Selain ciri-ciri yang telah dikemukakan di awal, berikut ini akan dijelaskan secara lebih mendalam mengenai karakterisitik seorang wirausahawan yang disarikan dari berbagai sumber.

Memiliki Kreatifitas Tinggi
Menurut Teodore Levit, kreativitas adalah kemampuan untuk berfikir yang baru dan berbeda. Menurut Levit, kreativitas adalah berfikir sesuatu yang baru (thinking new thing), oleh karena itu menurutnya, kewirausahaan adalah berfikir dan bertindak sesuatu yang baru atau berfikir sesuatu yang lama dengan cara-cara baru. Menurut Zimmerer dalam Suryana (2003 : 24) mengungkapkan bahwa, ide-ide kreativitas sering muncul ketika wirausaha melihat sesuatu yang lama dan berfikir sesuatu yang baru dan berbeda.
Oleh karena itu, kreativitas adalah menciptakan sesuatu dari yang asalnya tidak ada (generating something from nothing). Inovasi adalah kemampuan untuk menerapkan kreativitas dalam rangka memecahkan persolan-persolan dan peluang untuk meningkatkan dan memperkaya kehidupan (inovation is the ability to apply creative solutions to those problems ang opportunities to enhance or to enrich people’s live.
Dari definisi diatas, kreativitas mengandung pengertian, yaitu:
1. Kreativitas adalah menciptakan sesuatu yang asalnya tidak ada.
2. Hasil kerjasama masa kini untuk memperbaiki masa lalu dengan cara baru.
3. menggantikan sesuatu dengan sesuatu yang lebih sederhana dan lebih baik.
Rahasia kewirausahaan adalah dalam menciptakan nilai tambah barang dan jasa terletak pada penerapan kreativitas dan inovasi untuk memecahkan masalah dan meraih peluang yang dihadapi tiap Berinisiatif ialah mengerjakan sesuatu tanpa menunggu perintah. Kebiasaan berinisiatif akan melahirkan kreativitas (daya cipta) setelah itu melahirkan inovasi.

Selalu Komitmen dalam Pekerjaan, Memiliki Etos Kerja dan Tanggung Jawab
Seorang wirausaha harus memiliki jiwa komitmen dalam usahanya dan tekad yang bulat di dalam mencurahkan semua perhatianya pada usaha yang akan digelutinya, didalam menjalankan usaha tersebut seorang wirausaha yang sukses terus memiliki tekad yang mengebu-gebu dan menyala-nyala (semangat tinggi) dalam mengembangkan usahanya, ia tidak setengah-setengah dalam berusaha, berani menanggung resiko, bekerja keras, dan tidak takut menghadapi peluang-peluang yang ada dipasar. Tanpa usaha yang sungguh-sunguh terhadap pekerjaan yang digelutinya maka wirausaha sehebat apapun pasti menemui jalan kegagalan dalam usahanya. Oleh karena itu penting sekali bagi seorang wirausaha untuk komit terhadap usaha dan pekerjaannya. Max Weber menyatakan intisari etos kerja orang Jerman adalah : rasional, disiplin tinggi, kerja keras, berorientasi pada kesuksesan material, hemat dan bersahaja, tidak mengumbar kesenangan, menabung dan investasi. Di Timur, orang Jepang menghayati “bushido” (etos para samurai) perpaduan Shintoisme dan Zen Budhism. Inilah yang disebut oleh Jansen H. Sinamo (1999) sebagai “karakter dasar budaya kerja bangsa Jepang”.
Ada 7 prinsip dalam bushido, ialah :
1. Gi : keputusan benar diambil dengan sikap benar berdasarkan kebenaran, jika
harus mati demi keputusan itu, matilah dengan gagah, terhormat,
2. Yu : berani, ksatria,
3. Jin : murah hati, mencintai dan bersikap baik terhadap sesama,
4. Re : bersikap santun, bertindak benar,
5. Makoto : tulus setulus-tulusnya, sungguh-sesungguh-sungguhnya, tanpa pamrih,
6. Melyo : menjaga kehormatan martabat, kemuliaan,
7. Chugo : mengabdi, loyal. Jelas bahwa kemajuan Jepang karena mereka komit dalam penerapan bushido, konsisten, inten dan berkualitas.
Indonesia mempunyai falsafah Pancasila, tetapi gagal menjadi etos kerja bangsa kita karena masyarakat tidak komit, tidak inten, dan tidak bersungguh-sungguh dalam menerapkan prinsip-prinsip Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Jansen H. Sinamo (1999) mengembangkan 8 Etos Kerja Unggulan sebagai berikut :
1. Kerja itu suci, kerja adalah panggilanku, aku sanggup bekerja benar.
Suci berarti diabdikan, diuntukkan atau diorientasikan pada Yang Suci. Penghayatan kerja semacam ini hanya mungkin terjadi jika seseorang merasa terpanggil. Bukan harus dari Tuhan, tapi bisa juga dari idealisme, kebenaran, keadilan, dsb. Dengan kesadaran bahwa kerja adalah sebuah panggilan suci, terbitlah perasaan untuk melakukannya secara benar.
2. Kerja itu sehat, kerja adalah aktualisasiku, aku sanggup bekerja keras.
Maksudnya adalah bekerja membuat tubuh, roh dan jiwa menjadi sehat. Aktualisasi berarti mengubah potensi menjadi kenyataan. Aktualisasi atau penggalian potensi ini terlaksana melalui pekerjaan, karena kerja adalah pengerahan energi bio-psiko-sosial. Akibatnya kita menjadi kuat, sehat lahir batin. Maka agar menjadi maksimal, kita akan sanggup bekerja keras, bukan kerja asal-asalan atau setengah setengah.
3. Kerja itu rahmat, kerja adalah terimakasihku, aku sanggup bekerja tulus
Rahmat adalah karunia yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa. Respon yang tepat adalah bersyukur dan berterima kasih. Ada dua keuntungan dari bekerja sebagai rahmat, (1) Tuhan memelihara kita, dan (2) disamping secara finansial kita mendapat upah, juga ada kesempatan belajar, menjalin relasi sosial, dsb. Pemahaman demikian akan mendorong orang untuk bekerja secara tulus.
4. Kerja itu amanah, kerja adalah tanggung jawabku, aku sanggup bekerja tuntas
Melalui kerja kita menerima amanah. Sebagai pemegang amanah, kita dipercaya, berkompeten dan wajib melaksanakannya sampai selesai. Jika terbukti mampu, akhlak terpercaya dan tanggung jawab akan makin menguat. Di pihak lain hal ini akan menjadi jaminan sukses pelaksanaan amanah yang akan menguklir prestasi kerja dan penghargaan. Maka tidak ada pekerjaan yang tidak tuntas.
5. Kerja itu seni/permainan, kerja adalah kesukaanku, aku sanggup bekerja kreatif:
Apapun yang anda kerjakan pasti ada unsur keindahan, keteraturan, harmoni, artistik seperti halnya seni. Untuk mencapai tingkat penghayatan seperti itu dibutuhkan suatu kreativitas untuk mengembangkan dan menyelesaikan setiap masalah pekerjaan. Jadi bekerja bukan hanya mencari uang, tetapi lebih pada mengaktualisasikan potensi kreatif untuk mencapai kepuasan seperti halnya pekerjaan seni.
6. Kerja itu ibadah, kerja adalah pengabdianku, aku sanggup bekerja serius:
Tuhan mewajibkan manusia beribadah (dalam arti ritual) dan beribadah (dalam artian kerja yang diabdikan pada Tuhan). Kerja merupakan lapangan konkrit melaksanakan kebajikan seperti: untuk pembangunan bangsa, untuk kemakmuran, untuk demokrasi, keadilan, mengatasi kemiskinan, memajukan agama, dsb. Jadi bekerja harus serius dan sungguh-sungguh agar makna ibadah dapat teraktualisasikan secara nyata sebagai bentuk pengabdian pada Tuhan.
7. Kerja itu mulia, kerja adalah pelayananku, aku sanggup bekerja sempurna
Secara moral kemuliaan sejati datang dari pelayanan. Orang yang melayani adalah orang yang mulia.Pekerjaan adalah wujud pelayanan nyata bagi institusi maupun orang lain. Kita ada untuk orang lain dan orang lain ada untuk kita. Kita tidak seperti hewan yang hidup untuk dirinya sendiri. Manusia moral seharusnya mampu proaktif memikirkan dan berbuat bagi orang lain dan masyarakat. Maka kuncinya ia akan sanggup bekerja secara sempurna.
8. Kerja itu kehormatan, kerja adalah kewajibanku, aku sanggup bekerja unggul:
Sebagai kehormatan kerja memiliki lima dimensi : (1) pemberi kerja menghormati kita karena memilih sebagai penerima kerja (2) kerja memberikan kesempatan berkarya dengan kemampuan sendiri, (3) hasil karya yang baik memberi kita rasa hormat, (4) pendapatan sebagai imbalan kerja memandirikan seseorang sehingga tak lagi jadi tanggungan atau beban orang lain, (5) pendapatan bisa menanggung hidup orang lain. Semuanya adalah kehormatan. Maka respon yang tepat adalah menjaga kehormatan itu dengan bekerja semaksimal mungkin untuk menghasilkan mutu setinggi–tingginya. Dengan unggul di segala bidang kita akan memenangkan persaingan.

Mandiri atau Tidak Ketergantungan
Sesuai dengan inti dari jiwa kewirausahaan yaitu kemampuan untuk menciptakan seuatu yang baru dan berbeda (create new and different) melaui berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan peluang dalam menghadapi tantangan hidup, maka seorang wirausaha harus mempunyai kemampuan kreatif didalam mengembangkangkan ide dan pikiranya terutama didalam menciptakan peluang usaha didalam dirinya, dia dapat mandiri menjalankan usaha yang digelutinya tanpa harus bergantung pada orang lain, seorang wirausaha harus dituntut untuk selalu menciptakan hal yang baru dengan jalan mengkombinasikan sumber-sumber yang ada disekitarnya, mengembangkan teknologi baru, menemukan pengetahuan baru, menemukan cara baru untuk menghasilkan barang dan jasa yang baru yang lebih efisien, memperbaiki produk dan jasa yang sudah ada, dan menemukan cara baru untuk memberikan kepuasan kepada konsumen.

Berani Menghadapi Risiko
Richard Cantillon, orang pertama yang menggunakan istilah entrepreneur di awal abad ke-18, mengatakan bahwa wirausaha adalah seseorang yang menanggung risiko.Wirausaha dalam mengambil tindakan hendaknya tidak didasari oleh spekulasi, melainkan perhitungan yang matang. Ia berani mengambil risiko terhadap pekerjaannya karena sudah diperhitungkan. Oleh sebab itu, wirausaha selalu berani mengambil risiko yang moderat, artinya risiko yang diambil tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Keberanian menghadapi risiko yang didukung komitmen yang kuat, mendorong wirausaha untuk terus berjuang mencari peluang sampai memperoleh hasil. Hasil-hasil itu harus nyata/jelas dan objektif, dan merupakan umpan balik (feedback) bagi kelancaran kegiatannya (Suryana, 2003: 14-15).
Kemauan dan kemampuan untuk mengambil risiko merupakan salah satu nilai utama dalam kewirausahaan. Wirausaha yang tidak mau mengambil risiko akan sukar memulai atau berinisiatif. Menurut Angelita S. Bajaro, “seorang wirausaha yang berani menanggung risiko adalah orang yang selalu ingin jadi pemenang dan memenangkan dengan cara yang baik” (Yuyun Wirasasmita, dalam Suryana, 2003 : 21). Wirausaha adalah orang yang lebih menyukai usaha-usaha yang lebih menantang untuk lebih mencapai kesuksesan atau kegagalan daripada usaha yang kurang menantang. Oleh sebab itu, wirausaha kurang menyukai risiko yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Keberanian untuk menanggung risiko yang menjadi nilai kewirausahaan adalah pengambilan risiko yang penuh dengan perhitungan dan realistis. Kepuasan yang besar diperoleh apabila berhasil dalam melaksanakan tugas-tugasnya secara realistis. Wirausaha menghindari situasi risiko yang rendah karena tidak ada tantangan, dan menjauhi situasi risiko yang tinggi karena ingin berhasil. Pilihan terhadap risiko ini sangat tergantung pada :
1. daya tarik setiap alternatif
2. kesediaan untuk rugi
3. kemungkinan relatif untuk sukses atau gagal
Untuk bisa memilih, sangat ditentukan oleh kemampuan wirausaha untuk mengambil risiko antara lain :
1. keyakinan pada diri sendiri
2. kesediaan untuk menggunakan kemampuan dalam mencari peluang dan kemungkinan memperoleh keuntungan.
3. kemampuan untuk menilai situasi risiko secara realistis.
Pengambilan risiko berkaitan dengan berkaitan dengan kepercayaan diri sendiri. Artinya, semakin besar keyakinan seseorang pada kemampuan sendiri, maka semakin besar keyakinan orang tersebut akan kesanggupan mempengaruhi hasil dan keputusan, dan semakin besar pula kesediaan seseorang untuk mencoba apa yang menurut orang lain sebagai risiko. Oleh karena itu, pengambil risiko ditemukan pada orang-orang yang inovatif dan kreatif yang merupakan bagian terpenting dari perilaku kewirausahaan (Suryana, 2003 :22)

Motif Berprestasi Tinggi
Para ahli mengemukakan bahwa seseorang memiliki minat berwirausaha karena adanya motif tertentu, yaitu motif berprestasi (achievement motive). Menurut Gede Anggan Suhanda (dalam Suryana, 2003 : 32) Motif berprestasi ialah suatu nilai sosial yang menekankan pada hasrat untuk mencapai yang terbaik guna mencapai kepuasan secara pribadi. Faktor dasarnya adalah kebutuhan yang harus dipenuhi. Seperti yang dikemukakan oleh Maslow (1934) tentang teori motivasi yang dipengaruhi oleh tingkatan kebutuhan kebutuhan, sesuai dengan tingkatan pemuasannya, yaitu kebutuhan fisik (physiological needs), kebutuhan akan keamanan (security needs), kebutuhan harga diri (esteem needs), dan kebutuhan akan aktualisasi diri (self-actualiazation needs). Kebutuhan berprestasi wirausaha terlihat dalam bentuk tindakan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dan lebih efisien dibandingkan sebelumnya.
Wirausaha yang memiliki motif berprestasi pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Suryana, 2003 : 33-34)
1. Ingin mengatasi sendiri kesulitan dan persoalan-persoalan yang timbul pada dirinya.
2. Selalu memerlukan umpan balik yang segera untuk melihat keberhasilan dan kegagalan.
3. Memiliki tanggung jawab personal yang tinggi.
4. Berani menghadapi resiko dengan penuh perhitungan.
5. Menyukai tantangan dan melihat tantangan secara seimbang (fifty- fifty). Jika tugas yang diembannya sangat ringan, maka wirausaha merasa kurang tantangan, tetapi ia selalu menghindari tantangan yang paling sulit yang memungkinkan pencapaian keberhasilan sangat rendah.
Motivasi (Motivation) berasal dari bahasa latin "movere" yang berarti to move atau menggerakkan, (Steers and Porter, 1991:5), sedangkan Suriasumantri (hal.92) berpendapat, motivasi merupakan dorongan, hasrat, atau kebutuhan seseorang. Motif dan motivasi berkaitan erat dengan penghayatan suatu kebutuhan berperilaku tertentu untuk mencapai tujuan. Motif menghasilkan mobilisasi energi (semangat) dan menguatkan perilaku seseorang. Secara umum motif sama dengan drive. Beck (1990: 19), berdasarkan pendekatan regulatoris, menyatakan "drive” sama seperti sebuah kendaraan yang mempunyai suatu mekanisme untuk membawa dan mengarahkan perilaku seseorang. Sejalan dengan itu, berdasarkan teori atribusi Weiner (Gredler,1991: 452) ada dua lokus penyebab seseorang berhasil atau berprestasi. Lokus penyebab instrinsik mencakup (1) kemampuan, (2) usaha, dan (3) suasana hati (mood), seperti kelelahan dan kesehatan. Lokus penyebab ekstrinsik meliputi (1) sukar tidaknya tugas (2) nasib baik (keberuntungan), dan (3) pertolongan orang lain. Motivasi berprestasi mengandung dua aspek, yaitu (1) mencirikan ketahanan dan suatu ketakutan akan kegagalan dan (2) meningkatkan usaha keras yang berguna dan mengharapkan akan keberhasilan (McClelland, 1976: 74-75). Namun, Travers (1982:435) mengatakan bahwa ada dua kategori penting dalam motivasi berprestasi, yaitu mengharapkan akan sukses dan takut akan kegagalan.
Uraian di atas menunjukkan bahwa setidak-tidaknya ada dua indikator dalam motivasi berprestasi (tinggi), yaitu kemampuan dan usaha. Namun, bila dibandingkan dengan atribusi intrinsik dari Wainer, ada tiga indikator motivasi berprestasi tinggi yaitu: kemampuan, usaha, dan suasana hati (kesehatan).

Selalu Perspektif
Seorang wirausahawan hendaknya seorang yang mampu menatap masa dengan dengan lebih optimis. Melihat ke depan dengan berfikir dan berusaha. Usaha memanfaatkan peluang dengan penuh perhitungan. Orang yang berorientasi ke masa depan adalah orang yang memiliki persepktif dan pandangan kemasa depan. Karena memiliki pandangan jauh ke masa depan maka ia akan selalu berusaha untuk berkarsa dan berkarya (Suryana, 2003 :23).
Kuncinya pada kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru serta berbeda dengan yang sudah ada. Walaupun dengan risiko yang mungkin dapat terjadi, seorang yang perspektif harus tetap tabah dalam mencari peluang tantangan demi pembaharuan masa depan. Pandangan yang jauh ke depan membuat wirausaha tidak cepat puas dengan karsa dan karya yang sudah ada. Karena itu ia harus mempersiapkannya dengan mencari suatu peluang.

Memiliki Perilaku Inovatif Tinggi
Menurut Poppy King (wirausaha muda dari Australia yang terjun ke bisnis sejak berusia 18 tahun), ada tiga hal yang selalu dihadapi seorang wirausaha di bidang apapun, yakni: pertama, obstacle (hambatan); kedua, hardship (kesulitan); ketiga, very rewarding life (imbalan atau hasil bagi kehidupan yang memukau). Sesungguhnya kewirausahaan dalam batas tertentu adalah untuk semua orang. Mengapa? cukup banyak alasan untuk mengatakan hal itu. Pertama, setiap orang memiliki cita-cita, impian, atau sekurangkurangnya harapan untuk meningkatkan kualitas hidupnya sebagai manusia. Hal ini merupakan semacam "intuisi" yang mendorong manusia normal untuk bekerja dan berusaha. "Intuisi" ini berkaitan dengan salah satu potensi kemanusiaan, yakni daya imajinasi kreatif.
Karena manusia merupakan satu-satunya mahluk ciptaan Tuhan yang, antara lain, dianugerahi daya imajinasi kreatif, maka ia dapat menggunakannya untuk berpikir. Pikiran itu dapat diarahkan ke masa lalu, masa kini, dan masa depan. Dengan berpikir, ia dapat mencari jawaban- jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan penting seperti: Dari manakah aku berasal? Dimanakah aku saat ini? Dan kemanakah aku akan pergi? Serta apakah yang akan aku wariskan kepada dunia ini? Menelusuri sejarah pribadi di masa lalu dapat memberikan gambaran mengenai kekuatan dan kelemahan seseorang. Di dalamnya terdapat sejumlah pengalaman hidup : hambatan dan kesulitan yang pernah kita hadapi dan bagaimana kita mengatasinya, kegagalan dan keberhasilan, kesenangan dan keperihan, dan lain sebagainya. Namun, karena semuanya sudah berlalu, maka tidak banyak lagi yang dapat dilakukan untuk mengubah semua itu. Kita harus menerimanya dan memberinya makna yang tepat serta meletakkannya dalam suatu perspektif masa kini dan masa depan (Harefa : 1998).
Masa kini menceritakan situasi nyata dimana kita berada, apa yang telah kita miliki, apa yang belum kita miliki, apa yang kita nikmati dan apa yang belum dapat kita nikmati, apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab kita dan apa yang menjadi hak asasi kita sebagai manusia, dan lain sebagainya. Dengan menyadari keberadaan kita saat ini, kita dapat bersyukur atau mengeluh, kita dapat berpuas diri atau menentukan sasaran berikutnya, dan seterusnya. Masa depan memberikan harapan, paling tidak demikianlah seharusnya bagi mereka yang beriman berkepercayaan.

Selalu Mencari Peluang
Esensi kewirausahaan yaitu tanggapan yang positif terhadap peluang untuk memperoleh keuntungan untuk diri sendiri dan atau pelayanan yang lebih baik pada pelanggan dan masyarakat, cara yang etis dan produktif untuk mencapai tujuan, serta sikap mental untuk merealisasikan tanggapan yang positif tersebut. Pengertian itu juga menampung wirausaha yang pengusaha, yang mengejar keuntungan secara etis serta wirausaha yang bukan pengusaha, termasuk yang mengelola organisasi nirlaba yang bertujuan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik bagi pelanggan/masyarakat.

Memiliki Jiwa Kepemimpinan
Seorang wirausaha yang berhasil selalu memiliki sifat kepemimpinan, kepeloporan dan keteladanan. Ia selalu ingin tampil berbeda, lebih dahulu, lebih menonjol. Dengan menggunakan kemampuan kreativitas dan inovasi, ia selalu menampilkan barang dan jasajasa
yang dihasilkanya lebih cepat, lebih dahulu dan segera berada dipasar. Ia selalu menampilkan produk dan jasa-jasa baru dan berbeda sehingga ia menjadi pelopor yang baik dalam proses produksi maupun prmasaran. Ia selalu memamfaatkan perbedaan sebagai suatu yang menambah nilai. Karena itu, perbedaan bagi sesorang yang memiliki jiwa kewirausahaan merupakan sumber pembaharuan untuk menciptakan nilai. Ia selalu ingin bergaul untuk mencari peluang, terbuka untuk menerima kritik dan saran yang kemudian dijadikan peluang. Leadership Ability adalah kemampuan dalam kepemimpinan. Wirausaha yang berhasil memiliki
kemampuan untuk menggunakan pengaruh tanpa kekuatan (power), seorang pemimpin harus memiliki taktik mediator dan negotiator daripada diktaktor. Semangat, perilaku dan kemampuan wirausaha tentunya bervariasi satu sama lain dan atas dasar itu wirausaha dikelompokkan menjadi tiga tingkatan yaitu: Wirausaha andal, Wirausaha tangguh, Wirausaha unggul. Wirausaha yang perilaku dan kemampuannya lebih menonjol dalam memobilisasi sumber daya dan dana, serta mentransformasikannya menjadi output dan memasarkannya secara efisien lazim disebut Administrative Entrepreneur. Sebaliknya, wirausaha yang perilaku dan kemampuannya menonjol dalam kreativitas, inovasi serta mengantisipasi dan menghadapi resiko lazim disebut Innovative Entrepreneur.

Memiliki Kemampuan Manajerial
Salah satu jiwa kewirausahaan yang harus dimiliki seorang wirausaha adalah kemampuan untuk memanagerial usaha yang sedang digelutinya, seorang wirausaha harus memiliki kemampuan perencanaan usaha, mengorganisasikan usaha, visualisasikan usaha, mengelola usaha dan sumber daya manusia, mengontrol usaha, maupun kemampuan mengintergrasikan operasi perusahaanya yang kesemuanya itu adalah merupakan kemampuan managerial yang wajib dimiliki dari seorang wirausaha, tanpa itu semua maka bukan keberhasilan yang diperoleh tetapi kegagalan uasaha yang diperoleh.

Memiliki Kerampilan Personal
Wirausahawan andal memiliki ciri-ciri dan cara-cara sebagai berikut:
Pertama Percaya diri dan mandiri yang tinggi untuk mencari penghasilan dan keuntungan melalui usaha yang dilaksanakannya.
Kedua, mau dan mampu mencari dan menangkap peluang yang menguntungkan dan memanfaatkan peluang tersebut.
Ketiga, mau dan mampu bekerja keras dan tekun untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih tepat dan effisien.
Keempat, mau dan mampu berkomunikasi, tawar menawar dan musyawarah dengan berbagai pihak, terutama kepada pembeli.
Kelima, menghadapi hidup dan menangani usaha dengan terencana, jujur, hemat, dan disiplin.
Keenam, mencintai kegiatan usahanya dan perusahaannya secara lugas dan tangguh tetapi cukup luwes dalam melindunginnya.
Ketujuh, mau dan mampu meningkatkan kapasitas diri sendiri dan kapasitas perusahaan dengan memanfaatkan dan memotivasi orang lain (leadership/ managerialship) serta melakukan perluasan dan pengembangan usaha dgn resiko yang moderat.
Bygrave menggambarkan wirausaha dengan konsep 10 D, yaitu :
1. Dream ; mempunyai visi terhadap masa depan dan mampu mewujudkannya
2. Decisiveness ; tidak bekerja lambat, membuat keputusan berdasar perhitungan yang tepat.
3. Doers ; membuat keputusan dan melaksanakannya
4. Determination ; melaksanakan kegiatan dengan penuh perhatian
5. Dedication ; mempunyai dedikasi tinggi dalam berusaha
6. Devotion ; mencintai pekerjaan yang dimiliki
7. Details ; memperhatikan faktor-faktor kritis secara rinci
8. Destiny ; bertanggung jawab terhadap nasib dan tujuan yanghendak dicapai
9. Dollars ; motivasi bukan hanya uang
10. Distribute ; mendistribusikan kepemilikannya terhadap orang yang dipercayai.

Faktor-faktor Yang Menyebabkan Kegagalan Wirausaha
Menurut Zimmerer (dalam Suryana, 2003 : 44-45) ada beberapa faktor yang menyebabkan wirausaha gagal dalam menjalankan usaha barunya:
1. Tidak kompeten dalam manajerial. Tidak kompeten atau tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan mengelola usaha merupakan faktor penyebab utama yang membuat perusahaan kurang berhasil.
2. Kurang berpengalaman baik dalam kemampuan mengkoordinasikan, keterampilan mengelola sumber daya manusia, maupun kemampuan mengintegrasikan operasi perusahaan.
3. Kurang dapat mengendalikan keuangan. Agar perusahaan dapat berhasil dengan baik, faktor yang paling utama dalam keuangan adalah memelihara aliran kas. Mengatur pengeluaran dan penerimaan secara cermat. Kekeliruan dalam memelihara aliran kas akan menghambat operasional perusahan dan mengakibatkan perusahaan tidak lancar.
4. Gagal dalam perencanaan. Perencanaan merupakan titik awal dari suatu kegiatan, sekali gagal dalam perencanaan maka akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaan.
5. Lokasi yang kurang memadai. Lokasi usaha yang strategis merupakan faktor yang menentukan keberhasilan usaha
6. kurangnya pengawasan peralatan. Pengawasan erat kaitannya dengan efisiensi dan efektivitas. Kurang pengawasan dapat mengakibatkan penggunaan alat tidak efisien dan tidak efektif.
7. Sikap yang kurang sungguh-sungguh dalam berusaha. Sikap yang setengah-setengah terhadap usaha akan mengakibatkan usaha yang dilakukan menjadi labil dan gagal.
Dengan sikap setengah hati, kemungkinan gagal menjadi besar. Ketidakmampuan dalam melakukan peralihan/transisi kewirausahaan. Wirausaha yang kurang siap menghadapi dan melakukan perubahan, tidak akan menjadi wirausaha yang berhasil. Keberhasilan dalam berwirausaha hanya bisa diperoleh apabila berani mengadakan perubahan dan mampu membuat peralihan setiap waktu.

Pengusaha Vs Manajer
Entrepreneur (Pengusaha ) dan Manager mungkin terdengar serupa namun mereka sebenarnya dua peran yang berbeda. Untuk beberapa perusahaan, hanya satu orang memainkan kedua peran mana Pengusaha juga bertindak sebagai Manajer. Di bisnis lain, Pengusaha menyewa Manager untuk menjalankan perusahaannya untuknya.
Dalam rangka memberikan perbedaan jelas antara kedua posisi ini, berikut beberapa poin utama yang membedakan.
Perbedaan utama, pengusaha adalah pemilik bisnis, karena itu dia menanggung semua ketidakpastian dan resiko yang terlibat dalam mengoperasikan organisasi, sedangkan Manajer adalah karyawan yang dipekerjakan dan tidak menghadapi risiko langsung.
Tujuan dari Pengusaha adalah untuk menciptakan dan berinovasi ide bisnis. Manajer menempatkan ide-ide menjadi tindakan dan mengimplementasikan rencana.
Pengusaha memulai sebuah usaha bisnis untuk keuntungan dan memiliki saham pribadi di dalamnya. Manajer menyediakan layanan untuk menjalankan suatu perusahaan yang dimiliki dan didirikan oleh orang lain. Pendapatan Pengusaha lebih pasti karena tergantung pada kinerja bisnis. Di sisi lain, Manajer, menjadi karyawan dipekerjakan, dapat mengharapkan gaji bulanan tetap karena kompensasinya tidak tergantung pada kinerja organisasi.
Pengusaha ini tidak dihadapkan dengan pilihan untuk berbuat tidak senonoh di tempat kerja karena ia memiliki kepentingan pribadi dalam bisnis, sedangkan Manajer mungkin curang dengan tidak memberikan yang terbaik di tempat kerja karena penghasilannya tidak ditentukan oleh kinerja perusahaan.
Menjadi pemilik perusahaan, Pengusaha tidak selalu diperlukan untuk memiliki kualifikasi pendidikan tertentu atau kualitas tertentu seperti pemikiran inovatif, prestasi tinggi, risiko-bantalan kemampuan dan pemikiran, meskipun semua ini sangat penting untuk pola pikir kewirausahaan. Adapun Manajer, itu adalah wajib baginya untuk dididik dalam bidang teori dan praktek manajemen. Pengusaha dapat melakukan kesalahan atau gagal dan bertanggung jawab kepada siapapun kecuali dirinya sendiri. Namun, Manajer membuat setiap usaha untuk tidak membuat kesalahan. Sebanyak yang ia bisa, ia akan mencoba untuk menunda kegagalan.
Paling sering, Pengusaha memiliki pengalaman yang terbatas dan pengetahuan dan oleh karena itu perspektif tentang praktik bisnis tertentu mungkin sempit. Sebaliknya, Manajer khas arus organisasi dengan profesionalisme dan membawa ide-ide segar yang tak ternilai, perspektif dan pendekatan untuk pemecahan masalah dan pemecahan masalah.
Kecuali dia transfer kepemilikan bisnis untuk orang lain, Pengusaha tidak pada risiko kehilangan posisi di perusahaan, tetapi Manajer akan dipecat dan kehilangan pekerjaannya jika top manajemen tidak terkesan oleh kinerja manajemennya.
Dalam sebuah perusahaan, Pengusaha dapat Manajer, namun Manajer tidak dapat Pengusaha. Pengusaha adalah bergairah tentang pengembangan dan konsep inovasi bisnis dalam rangka untuk menempatkan organisasinya ke tingkat yang lebih tinggi. Dia memiliki pilihan untuk mempekerjakan seorang Manajer dalam rangka untuk melakukan beberapa peran dan fungsi seperti penetapan tujuan, kebijakan dan aturan, dll. Tapi bahkan dengan susunan seperti tugas, Manajer tidak dapat menggantikan Pengusaha karena Manajer harus melakukan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Pengusaha.
Kedua peran dari Pengusaha dan Manajer sangat penting dalam menjalankan bisnis karena mereka menciptakan "budaya" di tempat kerja. Jika pemimpin yang sangat baik, mereka dapat model keunggulan tersebut kepada tim mereka. Seorang pemimpin yang baik seharusnya tidak memerlukan bawahannya menjadi sesuatu yang dia sendiri tidak.
Memahami perbedaan-perbedaan ini akan sangat membantu dalam memulai bisnis atau perampingan perusahaan yang ada.









DAFTAR PUSTAKA

Domingo, Rene T, Quality means Survival: Caveat Vendidor Let The Seller Beware. Singapore : Prentice Hall. 1997.
Froggatt, Wayne. 2004. Choose to be Happy: Panduan Membentuk Sikap Rasional dan ealistik. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer.
Griffin W. Ricky dan Ebert J. Ronald, Business, edisi-5. New Jersey : Prentice Hall International Inc.1999.
Heller, R. 2003. Selling Successfully. Jakarta: Dian Rakyat.
Hughes Richard L., Ginnett Robert C., dan Curphy Gordon J., Leadership, third edition. Singapore : Irwin/McGraw-Hill. 1999.
Kusnadi, Masalah, Kerjasama, Konflik, dan Kinerja (Kontemporer & Islam). Malang : Taroda. 2002.
Lesmana, R. dan Rudy Surjanto. 2003. Financial Perforance Analyzing Pedoman Menilai Kinerja Keuangan Untuk Perusahaan Tbk., Yayasan, BUMN, BUMD, dan Organisasi Lainnya. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Lindsay M. William dan Petrick A. Joseph, Total Quality and Organization Development. Florida:
St. Lucie Press. 1997.
Meredith, G.G. 1996. Kewirausahaan Teori dan Praktik. Jakarta: Pustaka Binaman Presindo. Maslow Abraham, 1970, Motivation and Personality, New York: Harper & Row.
Merrill, Mike. 2005. Dare to Lead: Strategi Kreatif 50 Top CEO untuk Meraih Kesuksesan. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer.
Nierenberg, Gerald I.. & Hendry H. Calero. 2008. Membaca Pikiran Orang Seperti Membaca Buku.Jogjakarta: Think.
Percy, Ian. 2003. Going Deep: Menjelajahi Kedalaman Spiritualitas dalam Hidup dan Kepemimpinan.Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
Peters, T. 2001. The Brand You 50 (50 Cara Mengubah Merek Diri Anda). Jakarta: Prestasi Pustaka.
Peterson W. Marvin, at. all, Planning and Management for a Changing Environment. San Francisco: Jossey-Bass Publishers. 1997.
Porter, Michael E. 1992. Competitive Strategy. New York: The Free Press.
Richard M. Steers dan Lyman W. Porter, Motivation And Work Behavior. New York: McGraw-Hill International Edition. 1991.
Robbins, Stephen P. and Nancy Langton. 2001. Organization Behavior. 2nd ed.. Canada: Pearson Education.
Rukka, Muhammad Rusli. 2011. Buku Ajar Kewirusahaan -1.. Makassar :Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan Universitas Hasanuddin.
Steers, Richard M. 1980. Effectivitas Organisasi. terjemahan. Jakarta: Erlanggga. Sutermeister, Robert A. 1976. People and Productivity. Third Edition. New York: McGraw- Hill Book Co. 1976.
Suryana. 2004.:Modul Kewirausahaan SMK.. Jakarta, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Departemen Pendidikan Nasional.
Sweeney, Paul D.. & Dean B. McFarlin. 2002. Organizational Behavior: Solution for Management. International Edition. Boston: McGraw-Hill Higher Education.
Thomas, Alan J. 1985. The Productive School: a System Analisys Approach to Educational
Administration. Chicago: University Press.
Timpe, 1991c. Memotivasi Pegawai. Seri Ilmu dan Seni Manajemen Bisnis. Edisi Bahasa Indonesia Jakarta: Gramedia.
Turner, Suzanne. 2005. Tools for Success: Acuan Konsep Manajemen bagi Manajer dan PraktisiLainnya. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
West A. Michael, Developing Creativity in Organizations, terjemah Bambang Shakuntala. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 2000.
Winardi, Asas-asas Manajemen. Bandung: Penerbit Mandar Maju. 2000.
Yager, Jan. 2005. Creative Time Management. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
Zohar, Danah & Ian Marshal. 2006. Spiritual Capital: Memberdayakan SQ di Dunia Bisnis. Bandung : Mizan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar