Kasus : Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD)
LEMBAR
KASUS
Dini (bukan nama sebenarnya), dia siswa SMA kelas 3. Dini baru berpacaran dengan Doni (bukan
nama sebenarnya) selama enam bulan. Pulang sekolah mereka seringkali tidak
langsung pulang ke rumah, tetapi bermain di tempat-tempat hiburan. Suatu hari
Dini merasa tubuhnya lemas dan mengantuk terus, dia juga enggan beraktivitas. Selain itu, setiap kali makan, perut
rasanya mual bahkan dia kemudian muntah-muntah.
Satu minggu Dini mengalami perasaan tidak nyaman,
tetapi dia tidak tahu ada apa dengan dirinya. Suatu saat, Dini merasa gelisah
karena pada tanggal dan bulan di mana dia seharusnya mendapatkan mestruasi
(haid) ternyata tidak datang juga. Semakin hari, Dini semakin gelisah karena haidnya tidak kunjung datang.
Dini mengungkapkan kegelisahannya kepada Doni (sang pacar). Doni hanya
mengatakan, ”paling-paling kamu kecapaian jadi mensnya nggak keluar”. Namun,
Dini menyangkal bahwa dia kelelahan. Dini menyatakan bahwa dirinya takut hamil
sebagai akibat hubungan seksual yang pernah dilakukannya dengan Doni. Doni menenangkan
Dini dengan mengatakan, ”Jangan khawatir, kalaupun hamil aku akan bertanggung
jawab”.
Dini agak merasa tenang, tetapi dia kembali
mengkhawatirkan sekolahnya. Apabila dirinya hamil apakah dia masih
diperbolehkan sekolah. Semakin bulan kehamilannya semakin besar dan tidak
mungkin ditutupi lagi. Kedua orang tuanya sangat marah dengan apa yang
dilakukan Dini. Mereka meminta bertemu dengan Doni dan kedua orang tuanya untuk
membicarakan kehamilan Dini. Dalam pertemuan itu, orang tua Doni meminta waktu
untuk memikirkannya karena mereka khawatir dengan sekolahnya dan bahkan meminta
agar pernikahan ditangguhkan sampai selesainya ujian sekolah. Ayah Dini
keberatan karena kehamilan Dini semakin besar.
Sayang, Doni dan kedua orang tuanya tidak
mempunyai itikad baik. Mereka benar-benar melaksanakan niatnya untuk tidak
menikahkan Doni dengan Dini segera. Oleh karena kehamilannya semakin membesar,
Dini dikeluarkan dari sekolah karena dianggap mencemarkan nama baik sekolah,
sedangkan Doni oleh kedua orang tuanya dipindahkan sekolah. Ayah Dini begitu
marah, dia meminta kepada Dini untuk tidak berpacaran dan bertemu lagi dengan
Doni. Bahkan sang ayah meminta Dini untuk menggugurkan kandungannya karena
dianggap memalukan keluarga, hamil tidak memiliki suami. Ibu Dini dan Dini
hanya bisa menangisi nasib Dini. Apalagi Dini tidak pernah dihubungi lagi oleh
Doni, bahkan jika dihubungi Doni tidak mengangkat telpon.
Ayahnya terus meminta Dini untuk menggugurkan
kandungannya karena beliau tidak mau mempunyai cucu dari laki-laki yang
dianggapnya bejat. Dengan sedih, Dini diantar sang ibu ke sebuah klinik yang
melayani aborsi. Dini merasa sangat takut, dia tidak siap. Seorang petugas yang
melayani menanyakan kesiapan Dini, dia hanya bisa menangis. Dini sebenarnya
ingin mempertahankan kehamilannya, tetapi dia tidak kuasa menolak kehendak
ayahnya yang sedang marah. Ketika aborsi terjadi pada usia kehamilan mendekati
enam bulan, Dini mengalami perdarahan hebat, padahal saat itu keluarganya belum
menyediakan darah. Enam jam pasca persalinan paksa, Dini meninggal dunia karena
kehilangan banyak darah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar