PENDAHULUAN
Pada
hakikatnya, gerakan dakwah Islam berporos pada amar ma’ruf nahi munkar.
Ma’ruf mempunyai pengertian segala perbuatan yang mendekatkan diri kepada
Allah SWT, sedangkan munkar adalah segala perbuatan yang menjauhkan diri
pada-Nya. Pada dataran amar ma’ruf, siapapun bisa melakukannya, karena
kalau hanya sekedar “menyuruh” kepada kebaikan itu mudah dan tidak ada resiko
bagi si “penyuruh” . lain halnya dengan nahi munkar, jelas mengandung
konsekuensi logis dan beresiko bagi yang melakukannya karena “mencegah
kemunkaran” itu melakukannya dengan tindakan konkret, nyata dan dilakukan atas
dasar kesadaran tinggi dalam rangka menegakkan kebenaran.
Inilah
sesungguhnya cikal bakal perintah dakwah yang diwajubkan oleh Allah SWT, pada setiap
pribadi seorang muslim yang mengaku beriman. Sesungguhnya dakwah yang diajarkan
oleh para Nabi dan rasul-Nya menurut ketentuan al-Qur’an, dakwah Islam
hendaknya disampaikan dengan cara-cara yang baik dan bahasa yang dapat dipahami
pula. Bahkan tidak kalah pentingnya lagi ialah, seorang muslim dalam berdakwah
dilarang untuk memaki seorang kafir yang dikhawatirkan nantinya akan
menyebabkan ia memaki Allah SWT.
Demikianlah
batasan-batasan dalam berdakwah (dataran empiric) yang telah termaktub dalam
al-Qur’an secara rinci, tegas dan sempurna sebagai acuan bagi seorang muslim
untuk menyampaikan kebenaran dari Allah SWT., dengan meletakkan al-Qur’an
sebagai sumber utama landasan epistemologis dan aksiologisnya.
Berangkat
dari pemaparan tersebut di atas, dalam mengembangkan dakwah Islam selanjutnya,
perlu kiranya dirumuskan secara tegas mengenai epistemologis dakwah secara
keilmuan. Rumusan di sini menayangkut hal-hal yang berkenaan dengan hakikat,
landasan, batas-batas keilmuannya termasuk di dalamnya pengetahuan ilmiah dan
persoalan ilmiah yang dapat diuji, di samping patokan kesahihannya.
PENGEMBANGAN ILMU DAKWAH
Salah
satu langkah yang penting dilakukan dalam ikhtiar dalam mengembangkan ilmu
dakwah adalah menelusuri terlebih dahulu landasan ilmiah yang mungkin dapat
dibangun. Ini dilakukan terutama untuk menentukan kerangka pemikiran yang jelas
dalam merumuskan teori-teori baru berkaitan dengan ilmu dakwah. Selain itu
pentingnya penelusuran itu juga karena telah banyak teori yang mendahului
lahir, sekaligus telah relatif mapan dalam konteks pengembangan ilmu-ilmu
sosial.
Pemilihan
ilmu sosial sebagai landasan pijakan pengembangan ilmu dakwah, didasarkan pada
satu asumsi bahwa teori-teori dakwah yang hendak dibangun merupakan produk
generalisasi dari fenomena sosial. Ilmu dakwah dengan sendirinya merupakan
bagian dari ilmu-ilmu sosial, yang dirumuskan serta dikembangkan dengan
mengikuti norma ilmiah dari ilmu-ilmu sosial. Misalnya teori-teori itu
dirumuskan melalui pendekatan rasional, empiris dan sistematis.
Untuk
membangun teori-teori dakwah, kita dapat melakukannya melalui kegiatan ilmiah
yang dapat memberikan konsep dan generalisasi baru yang diangkat dari
penemuan-penemuan ilmiah, atau fakta-fakta sosial yang berkembang. Jika
kegiatan ini terus dilanjutkan, maka pada tahap-tahap tertentu akan ditemukan
titik-titik pertemuan antara teori-teori sosial yang telah dulu lahir dengan
kenyataan-kenyataan empiris baru yang ditemukan pada dataran kegiatan dakwah.
Pertemuan
antara dua sisi inilah yang akan melahirkan suatu rumusan dalam perspektif
tertentu. Bila kenyataan empiris itu bertemu dengan teori-teori psikologi
misalnya maka ia disebut dengan “perspektif psikologi” begitu juga dengan yang
lainnya.
Masalah
Penelitian Untuk Pengembangan Ilmu Dakwah
Dalam
setiap ilmu, penelitian memiliki peran yang signifikan dalam pengembangannya.
Demikian juga dalam ilmu dakwah, kedudukan penelitian memiliki dimensi yang
penting dalam pengembangan dakwah islam sebagai fenomena keilmuan. Tujuan
penelitian dakwah itu sendiri mengacu pada aplikasi tujuan penelitian terhadap
tujuan keilmuan dakwah dalam tatanan epistemologis.
Masalah
penelitian dakwah, baik Tabligh, Irsyad, Tadbir maupun Tathwir mengacu
pada problem masing-masing bidang dakwah tersebut, yang dilahirkan dari interaksi
antar unsu-unsur dalam proses pelaksanaanya, dengan meng-qiyas kan pada
problem yang dilahirkan oleh interaksi antara unsur-unsur dakwah.
Pengembangan
Keilmuan Dakwah
Upaya
formulasi rancang bangun keapaan kajian ilmu dakwah secara terus menerus,
metodologi memformulasikanya, dan nilai guna yang dituju adalah esensi dari
pengembangan keilmuan dakwah. Upaya ini berhubungan dengan aspek ontologis,
epistemologis dan aksiologis kedakwahan yang menjadi pilar inti bangunan
keilmuannya dan produk upaya ini mewujud “ilmu dakwah”.
Ilmu
dakwah sebagai salah satu bidang Ilmu Islam, berisikan teori dakwah, salah satu
esensi teori dari segi tujuannya, adalah explanasi (bayan) tentang
keapaan kajiannya, keapaan yang dikaji tentang keapaan dakwah mengharuskan
adanya 10 penjelasan pokok dalam tradisi ilmuan muslim, yaitu : (1) batasan
hakekat, (2) peta kajian, (3) nilai guna yang dituju, (4) hubunagn dengan ilmu
lain, (5) kepakaran, (6) keragaman nama fungsional, (7) sumber keberadaan
hakekat, (8) hukum, (9) problematika dan (10) keutamaan.
Berikut
ini rumusan hakikat dakwah yang bersumber pada Al-Qur`an sebagai kitab dakwah,
sunnah rasul sebagai contoh operasionalnya, dan ijtihad serta produknya
disepanjang sejarah perjalanan dakwah sebagai mesin penggerak solusi problem keumatan.
Dakwah
menurut Al-Qur`an surat An-Nahl (18) ayat 125 dapat dirumuskan sebagai
kewajiban muslim mukallaf mengajak, menyeru, dan memanggil orang berakal
ke jalan Tuhan atau dien Islam dengan cara hikmah, mauizhah
hasanah, dan mujadallah yang baik, dengan respon positif atau
negatif dari orang berakal yang diajak, diseru, dan dipanggil di sepanjang dari
setiap ruang.
Hakikat
dakwah tersebut merupakan perilaku keilmuwan muslim yang melibatkan unsur da’I,
pesan, media, metode, mad’u, dan respon. Interaksi antar unsur ini dalam semua
tataran wujudnya adalah objek formal kajian ilmu dakwah dan material atau
perilaku muslim menjadi substansi ilmu dakwah. Dari sisi objek materialnya,
dakwah Islam bersentuhan dengan kajian ilmu keislaman selain dakwah dan ilmu
tentang perilaku manusia.
Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Tinggi Dakwah Islam
a. Urgensi
pengembangan kurikulum
1. Dakwah Islam merupakan dari perintah
Allah SWT, dan melaksanakan perintah adalah kewajiban. Dengan demikian, segala
sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan kewajiban dakwah adalah bagian dari
sesuatu yang diperintahkan.
2. Menyiapkan sumber daya kader da’I
yang profesional melalui penyelanggaraan pendidikan tinggi dakwah Islam adalah
termasuk cakupan perintah dakwah Islam. Dan para penyelenggaranya adalah orang
yang mau tahu dan mau tunduk kepada perintah Allah. Ketundukan kepada Allah
adalah substansi keislaman hamba-Nya dalam mengaktulisasikan fungsi ke-‘abid-an
dan kekhalifahan di muka bumi ini sebagai syarat utama memperoleh keutamaan dan
keridhaan-Nya di sepanjang rentangan waktu dan ruang.
3. Pendidikan tinggi dakwah Islam
memiliki fungsi kaderisasi da’I profesional atau (takwin al-du’at) yag
memiliki keunggulan kompetitif (istibaq al-khairat) serta
berkarakteristik: (a) individu unggul atau khair al-bariyah, (b) kreatif
atau inovatif (mujtahid), (c) semangat berkarya yang bernilai guna (mujahid
saleh), (d) menegakkan keadilan dan kebenaran, (e) pandai menggunakan
potensi rohaniyah, (f) berdaya mutamakin dalam mensolusi problema hidup
keumatan yang semakin kompleks dan rumit.
4. Fungsi takwi al-du’at akan
terealisasikan jika institusi penyelenggaraan pendidikan dakwah Islam memiliki
keberdayaan dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi yang melekat dalam
kediriannya, yaitu menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat dalam bidang kedakwahan.
b. Visi,
misi, dan tujuan institusi pendidikan tinggi dakwah Islam adalah bagian isi
pengembangan kurikulum.
1. Jika mengacu pada pemikiran teologis
Qur’ani, maka visi fakultas dakwah adalah institusi pendidikan dakwah Islam,
pengkader da’I profesional berkeunggulan kompetitif dalam mengaktualisasikan
dakwah Islam sebagai basis kompetensinya.
2. Secara konstitusional, visi Fakultas
Dakwah adalah institusi unsur pelaksana akademi yang melaksanakan tugas pokok
dan fungsi IAIN yang menyatakan visinya: visi IAIN dalam jangka waktu 25 tahun
ke depan menjadi perguruan tinggi yang meliki keunggulan kompetitif pada
tingkat nasional dan global dalam mengembangkan sunber daya manusia, ilmu agama
Islam dan nilai-nilai Islam untuk disumbangkan bagi pengembangan masyarakat dan
bangsa yang lebih terbuka dan demokratis.
3. Jika mengacu pada pemikiran teologis
Qur’an tadi, maka misi Fakultas Dakwah adalah melaksanakan kewajiban menyiapkan
sumber daya agar da’I profesional berkeunggulan kompetitif dengan basis
kompetensi dakwah Islam yang berkarakteristik: memiliki kecerdasan intelektual
(intellctual intelligence, ulul albab), kecerdasan spiritual (spiritual
intelligence, mukhbitin bi qalbin salim), kecerdasan amal saleh (social
intelligence, mu’min haqa).
4. Secara konstitusional, misi Fakultas
Dakwah adalah menyiapkan tenaga da’I yang yang berkeahlian teoritik dan praktik
dakwah Islam (bagian dari ilmu agama Islam) melalui program akademik yang
teraktualisasikan dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran, penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat dengan mengacu pada misi IAIN, yaitu: (1)
menyiapkan tenaga ahli yang berakhlak mulia untuk menjadi warga masyarakat yang
berkualitas dan mandiri serta mampu menemukan, mengembangkan dan menerapkan
ilmu dan teknologi sosial; (2) mengembangkan ilmu agama Islam yang diarahkan
bagi pengembangan ilmu dan pengembangan masyarakat, dan (3) menggali dan
mengembangkan nilai-nilai Islam dengan kualitas sumber daya manusia dan
perkembangan ilmu dan teknologi.
Tujuan Institusi Perguruan Tinggi Dakwah Islam sebagai
berikut:
1. Tujuan secara teologis Qur’ani,
yaitu: terselenggaranya upaya mendidik calon da’I profesional yang berkeunggulan
kompetitif dengan basis kompetensi dakwah sebagai anggota individu umat terbaik
(khair ummah) dengan karakteristik: (a) integritas individu (khairul
bariyah); (b) berbekal keahlian dan keterampilan teoritik dan praktik (zadut
taqwa); (c) innovator, pelopor dan problem solver dalam pembaharuan (khair
al-fatihin); (d) mengambil keputusan yang objektif dan profesional (khair
al-hakimin); (e) penata laksana keserasian lingkungan hidup (khair
al-munzilin); (f) berorientasi ke masa depan (wa ladal al-akhirah khair);
(g) berwawasan prospektif (khair amala); (h) pemilik reward (khair
tsawaba dan khair uqba); (i) berperan dan berstatus kredibel (khair
maqama); (j) pewaris universalitas nubuwwah dan risalah (khair waritsin);
(k) kredibiltas kepribadian (al-qawi al-amin); (l) berdaya kompetitif (sabiqun
al-awwalun).
2. Tujuan menurut konstitusi: (a)
menyiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan dan keunggulan akademik yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia
dengan landasan nilai-nilai Islam dalam perpaduan ilmu dan teknologi dengan
keimanan dan ketaqwaan; (b) mengembangkan penelitian bagi pengembangan proses
dan produk ilmu agama Islam (bidang dakwah dan komunikasi) secara monodisiplin
dan interdisiplin yang terpadu dengan nilai Islam dan tanggung jawab sosial;
(c) menyebarluaskan agama Islam dan ilmu lain yang terpadu dengan nilai Islam
serta mengupayakan penggunaanya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan
memperkaya kebudayaan bangsa.
Kesimpulan
Langkah
penting yang dilakukan untuk mengembangkan Ilmu Dakwah adalah dengan menelusuri
terlebih dahulu unsur ilmiah yang mungkin dapat dibangun. Dengan demikian,
terdapat kerangka pikiran yang jelas dalam merumuskan teori-teori baru
berkaitan dengan Ilmu Dakwah. Selian itu, penulusuran di atas juga sebagai
penggalian terhadap banyak teori yang mendahului kelahiran ilmu dakwah,
sekaligus telah relatif mapan dalam konteks pengembangan ilmu-ilmu sosial.
Kesuksusan realisasi pengembangan kelimuwan dan
kurikulum pendidikan tinggi dakwah Islam ditentukan oleh adanya partisipasi
aktif, positif, produktif, dan inovatif semua pihak mukalaf dakwah
Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar