Bagaimana
asal usul manusia modern yang mendiami dunia modern sekarang ini. Tampak
manusia begitu bervariasi baik dari ciri fisik maupun budaya. Pernahkah
berpikir bahwa segala manusia modern ini berasal dari Afrika. Dimulai
dengan serangkaian gejolak alam menstimulasi evolusi. Primata-primata purba
bernasib baik di sini dan bernasib buruk di belahan lain. Sebagian menjadi
monyet , sebagian lagi menjadi manusia, sebagian lagi menjadi babon , bonobo ,
gorila , dan seterusnya. Bagaimana drama evolusi manusia sesungguhnya ini?
A. SEJARAH MANUSIA PURBA
1)
Pada mulanya adalah Hominid.
Ciri Hominid adalah bipedal
dan berjalan dengan dua kaki. Keuntungan dari jalan dengan dua kaki adalah
mereka bisa mengawasi predator dan mangsa mereka sama baiknya. Dengan tangan
yang bebas dari tanah mereka juga bisa memasok makanan ke sarang lebih banyak.
Dengan demikian mempengaruhi perkembangan fisik mereka. Dan berkembang terus
lebih baik. Sistem bipedal juga hemat energi dibanding dengan berjalan dengan
empat kaki(Rodman & Henry1980)Simpanse memiliki garis evolusi lebih dekat
kemanusia daripada gorilla , titik perpisahannya ada pada hominid tertua yang pernah
di temukan saat ini (sahelantropus tchadensis 7 juta tahun lalu) ,
sedangkan homo erectus masanya berbeda jauh dari leluhurnya sendiri ( 2-1 juta
tahun lalu).
2)
Charles Darwin – The Descent of Man (1871)
Darwin mengeluarkan dua
hipotesis . Pertama dia menunjuk Afrika sebagai tanah leluhur manusia
berdasarkan kemiripan anatomi simpanse dan gorila. Kedua ia mensyaratkan bahwa
bisa dianggap sebagai manusia adalah bipedal (melangkah dengan dua kaki) .
Kenapa harus bipedal? ada penjelasannya tapi terlalu panjang ntar. (update
menunggu riset berikutnya) . Hipotesa Darwin iniwaktu itu lemah , karena tidak
ada fosil yang pernah di temukan di Afrika . Lagipula hipotesis kulit putih
berasal dari anak cucu orang afrika sulit di terima pada jaman itu. (Bentara Kompas
tahun 2002).
3)
Fosil vs Jam Molekuler
Di tahun 1961 antropolog
Simons dan Philbeam mengajukan hipotesis bahwa hominid sudah ada sejak 30-15
juta tahun lalu berdasarkan potongan gigi (doank) ramaphitecus (Lewis , 1932).
di dekade yang sama , Pauling & Zuckerkandl , meneliti asam amino pada
hemoglobin dalam darah beberapa spesies sebagai leluhur bersama. Metode ini
dinamakan jam molekular.
Kesimpulan adalah
leluhur primata tikus dan kuda (70 juta tahun ) , leluhur burung (270 juta
tahun) , leluhur kodok (350 juta tahun) dan hiu (450 juta). Wilson dan Sarichj menggunakan jam molekular untuk
mengukur kapan manusia berpisah dari leluhur mereka , ternyata 5 juta tahun
lalu. Jadi ada selisih antara kubu genetika (5 juta) dan antropolog (30 juta). Di Dekade 80an, Pilbeam dan Andrew, menemukan
ramaphitecus yang lebih lengkap bukan gigi semata, yang ternyata bukan bipedal
dan hidup di pohon. Akhirnya terjadi kompromi antara kedua kubu, bahwa angka
taksiran bergeser ke titik tengah (10-5 juta tahun lalu). Teori Darwin lantas
DIPERBAIKI , bahwa ciri hominid tidak mutlak muncul bersamaan.
4)
Antara Kera dan Hominid
Tiga belas juta tahun lalu
. Paling tidak dua dari sekian banyak leluhur bersama kera – manusia berpisah
dari garis leluhur. , sekurangnya satu dari dua spesies menjadi leluhur gorila,
dan satu lagi menjadi leluhur bersama simpanse dan manusia. Delapan sampai enam
juta tahun lalu, leluhur simpanse dan manusia berpisah , yang satu jadi
simpanse modern , yang satu jadi hominid. Jadi kera afrika memang bukan leluhur
manusia . jadi ibaratnya , simpanse adalah saudara kandung manusia , dan
gorilla adalah sepupu , berdasarkan faktor kedekatan evolusi.
Di tahun 2002 , terhitung 22 hominid di temukan . beberapa diantaranya adalah :
·
Sahelantropus tchadensis (7-6 juta tahun lalu), diduga
batas perpisahan antara leluhur manusia danSimpanse
·
Orrorin tugunensis, dan Ardiphitecus ramidus kaddabba
(6-5 juta tahun lalu )
·
Ardiphitecus anamensis (5-4 juta tahun lalu )
·
Australophitecus aethipiocus , Garhi , dan anggota genus homo
tertua , Homo Rudolfensis (3-2 juta tahun lalu )
·
Periode kepunahan genus australophitecus dan malah jumlah
genus homo bertambah (Homo Ergaster , Homo Habilis , Homo Erectus) (2-1juta
tahun lalu )
·
Homo antecessor , heidelbergensis , neanderthal dan homo
sapiens (1 juta tahun lalu)
Pertanyaannya adalah , bagaimana muncul sedemikian banyak hominid dalam tempo
tujuh juta tahun (akan kembali ke lagu lama satu daratan besar yangberpisah
karena gerakan tektonik) . Dan
detail cerita bagaimana pergerakan lempeng ini mempengaruhi evolusi terlalu
panjang untuk di tulis disini.
Perdebatan sengit muncul
setelah proses dari homo erectus menjadi homo sapiens di tandai fosil hominid
yang bertebaran di Asia dan Eropa.Hipotesis pertama adalah multiregional ,
dimana homo sapiens muncul dari homo erectus yang tinggal di lokasi yang terpisah
sejak meninggalkan afrika2 juta tahun lalu. Oleh karena itu homo sapiens tidak
melulu muncul dari Afrika. Tapi hipotesis ini kandas setelah di ketahui fosil
homo sapiens lebih tua 40000 tahun dari Neanderthal . dan sudah pasti
neanderthal bukan leluhur homo sapiens.
Peta penyebaran homo
sapiens dan neanderthal, saya ambil dari buku the neanderthal (schrenk &
muller, 2008). Jadi Homo Erectus yang di temukan di Indonesia seperti
Homo wajakensis , Homo soloensis , etcetera . Dan juga Homo Erectus yang di
temukan di Tiongkok itu bukan leluhur manusia modern . Karena ada dua “kloter”
migrasi dari Afrika. Dua juta tahun lalu adalah pergerakan Homo Erectus .
Sedangkan enam puluh ribu tahun lalu adalah leluhur manusia modern sekarang
ini.
Mereka bergerak keluar dari
Afrika dan menyebar ke segala penjuru secara bertahap ke Eropa dan Asia
daratan. Di Tiongkok dan sekitarnya mereka bergerak lagi ke selatan dan terus
ke utara (Siberia) . Dari Siberia mereka menyeberangi selat Berring yang hanya
sekian kilometer jaraknya dari benua Asia (Russia Modern) dan Amerika (Alaska
Modern).
Pada musim dingin, selat
membeku dan dapat diseberangi tanpa teknologi transportasi paling maju
sekalipun. Homo sapiens ini yang menjadi cikal bakal Indian Modern. Karena
pergerakan mereka dari Asia Timur maka ada kemiripan dengan ras mongoloid.
Lantas sepanjang perjalanan sejarah . Bangsa Indian ini pun berkembang menjadi
berbagai suku dengan ciri fisik , iklim dan budaya tersendiri. Jadi sebelum
Darwin atau bahkan Vespuci dan Columbus menemukan benua Amerika. Manusia kuno
telah menemukan benua Amerika walau tanpa sengaja , dan terdorong mencari
tempat yang lebih baik.
Sementara itu Homo Sapiens
bergerak ke selatan , ke Yunan , Thailand , Malaya dan lantas Nusantara. Ini
yang menjadi cikal bakal orang Indonesia modern. Homo sapiens gelombang kedua
ini bernasib lebih baik dari homo Erectus gelombang pertama.
5)
Out of Africa
Wallace dan Wilson
menemukan bahwa melalui riset biologi molekular bahwa materi genetik modern berasal
dari seorang ibu yang hidup 200000-15000tahun lalu di Africa. Penelitian di
lakukan terhadap mitokondria , bagian sel yang bertanggung jawab terhadap
pasokan energy terhadap sel. Dan mitokondriahanya diwariskan dari ibu. Dan
model genetiknya di namakan Mitochondrial Eve . Eva aka Hawa ini jangan di
bayangkan hanya hidup dengan seorang pria (adam) tapi bagian dari populasi yang
terdiri dari 10000 orang Mei 2001 , Hasil riset menunjukkan bahwa dari 12000
lelaki bahan genetik yang di teliti menunjukkan bahwa manusia di asia timur
berasal dari Afrika bukan dari komunitas hominid lokal.
B. KEBUDAYAAN MANUSIA PURBA
Dalam kehidupan sehari-hari istilah kebudayaan diartikan
dengan hal-hal yang menyangkut kesenian dan adat istiadat. Bahkan tidak jarang
media massapun ikut mempopulerkan istilah kebudayaan terbatas pada hal-hal yang
bersangkutan dengan unsur seni. Hal ini berarti terjadi penyempitan terhadap
makna kebudayaan.
Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta “Buddhayah”
yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti akal. Dengan demikian kebudayaan
dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan akal.
Di samping itu pendapat para ahli lain mengupas kata
kebudayaan sebagai perkembangan dari kata majemuk budi dan daya, yang berarti
daya dari budi (kemampuan dari akal) yang berupa cipta rasa dan karsa, maka
kebudayaan diartikan sebagai hasil dari cipta rasa dan karsa manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kebudayaan dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu
kebudayaan material dan kebudayaan immaterial. Kebudayaan
material/jasmaniah adalah kebudayaan yang dapat diraba, dilihat secara
konkrit/nyata atau yang bersifat kebendaan. Contohnya meja, buku, gedung,
pakaian dan sebagainya.
Sedangkan kebudayaan immaterial/rohaniah/spiritual adalah
kebudayaan yang tidak dapat dilihat dan diraba tetapi dapat dirasakan dan
dinikmati contohnya religi, kesenian, ideologi, filsafat dan sebagainya.
a) Kebudayaan zaman batu
Seperti yang telah disebutkan pada modul sebelumnya bahwa
zaman batu berdasarkan hasil temuan alat-alatnya dan dari cara pengerjaannya,
maka zaman batu tersebut terbagi menjadi 3 yaitu zaman batu tua atau kebudayaan
Palaeolithikum (Palaeo = tua, Lithos = batu), zaman batu madya
atau kebudayaan Mesolithikum (Meso = tengah) dan zaman batu muda
atau kebudayaan Neolithikum (Neo = baru).
Untuk contoh-contoh dari hasil kebudayaan tersebut, akan
diuraikan satu persatu agar pemahaman Anda lebih jelas.
1)
Kebudayaan
Palaeolithikum/Batu tua
Hasil kebudayaan Palaeolithikum banyak ditemukan di
daerah Pacitan (Jawa Timur) dan Ngandong (Jawa Timur). Untuk itu para arkeolog
sepakat untuk membedakan temuan benda-benda prasejarah di kedua tempat tersebut
yaitu sebagai kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong.
Untuk mengetahui bentuk kebudayaan Pacitan sekarang Anda
ikuti uraian di bawah ini.
·
Kapak Genggam
Kapak genggam terkenal juga dengan sebutan kapak
perimbas, atau dalam ilmu prasejarah
disebut dengan chopper artinya alat penetak.
Pembuatan kapak genggam dilakukan dengan cara memangkas salah satu sisi batu
sampai menajam dan sisi lainnya dibiarkan apa adanya sebagai tempat
menggenggam.
Pada awal penemuannya semua kapak genggam ditemukan di
permukaan bumi, sehingga tidak dapat diketahui secara pasti berasal dari
lapisan mana. Daerah penemuan kapak perimbas/kapak genggam selain di Punung
(Pacitan) Jawa Timur juga ditemukan di daerah-daerah lain yaitu seperti Jampang
Kulon, Parigi (Jawa Timur), Tambang Sawah, Lahat, dan KaliAnda (Sumatera),
Awangbangkal (Kalimantan), Cabenge (Sulawesi), Sembiran dan Terunyan (Bali).
Di sekitar daerah Ngandong dan Sidorejo dekat Ngawi,
Madiun (Jawa Timur) ditemukan kapak genggam dan alat-alat dari tulang dan
tanduk. Alat-alat
dari tulang tersebut bentuknya ada yang seperti belati dan ujung tombak yang
bergerigi pada sisinya. Adapun fungsi dari alat-alat tersebut adalah untuk
mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah, serta menangkap ikan.
·
Flakes
Selain alat-alat dari tulang yang termasuk kebudayaan
Ngandong, juga ditemukan alat alat lain berupa alat alat kecil terbuat dari
batu yang disebut dengan flakes atau alat serpih. Flakes selain terbuat dari
batu biasa juga ada yang dibuat dari batu-batu indah berwarna seperti calsedon.
Untuk mengetahui bentuk flakes maka amatilah gambar 4 berikut ini.
Flakes mempunyai fungsi sebagai alat untuk menguliti hewan
buruannya, mengiris daging atau memotong umbi-umbian. Jadi fungsinya seperti
pisau pada masa sekarang. Selain ditemukan di Sangiran flakes ditemukan di
daerah-daerah lain seperti Pacitan, Gombong, Parigi, Jampang Kulon, Ngandong
(Jawa), Lahat (Sumatera), Batturing (Sumbawa), Cabbenge (Sulawesi), Wangka,
Soa, Mangeruda (Flores).
2)
Kebudayaan
Mesolithikum
Ciri kebudayaan Mesolithikum tidak jauh berbeda dengan
kebudayaan Palaeolithikum, tetapi pada masa Mesolithikum manusia yang hidup
pada zaman tersebut sudah ada yang menetap sehingga kebudayaan Mesolithikum
yang sangat menonjol dan sekaligus menjadi ciri dari zaman ini yang disebut
dengan kebudayaan Kjokkenmoddinger dan Abris sous Roche.
Kjokkenmoddinger adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark
yaitu kjokken artinya dapur dan modding artinya sampah jadi Kjokkenmoddinger
arti sebenarnya adalah sampah dapur. Dalam kenyataan Kjokkenmoddinger adalah
timbunan atau tumpukan kulit kerang dan siput yang mencapai ketinggian ± 7
meter dan sudah membatu/menjadi fosil. Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang
pantai timur Sumatera yakni antara Langsa dan Medan. Dari bekas-bekas penemuan
tersebut menunjukkan bahwa manusia purba yang hidup pada zaman ini sudah
menetap.
Tahun 1925 Dr. P.V. Van Stein Callenfels
melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya banyak menemukan
kapak genggam yang ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam
Palaeolithikum). Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut
dinamakan dengan pebble atau kapak Sumatera (Sumatralith) sesuai dengan lokasi
penemuannya yaitu di pulau Sumatera.
Bentuk pebble seperti yang Anda lihat pada gambar 5 dapat
dikatakan sudah agak sempurna dan buatannya agak halus. Bahan untuk membuat
kapak tersebut berasal dari batu kali yang dipecah-pecah. Selain pebble yang
ditemukan dalam Kjokkenmoddinger juga ditemukan sejenis kapak tetapi bentuknya
pendek (setengah lingkaran) yang disebut dengan Hache Courte atau kapak pendek.
Kapak ini cara penggunaannya dengan menggenggam.
Di samping kapak-kapak yang ditemukan juga ditemukan
pipisan (batu-batu penggiling beserta landasannya). Batu pipisan selain
dipergunakan untuk menggiling makanan juga dipergunakan untuk menghaluskan cat
merah, bahan cat merah yang dihaluskan berasal dari tanah merah.
Kecuali hasil-hasil kebudayaan, di dalam Kjokkenmoddinger
juga ditemukan fosil manusia yang berupa tulang belulang, pecahan tengkorak dan
gigi, meskipun tulang-tulang tersebut tidak memberikan gambaran yang
utuh/lengkap, tetapi dari hasil penelitian memberikan kesimpulan bahwa manusia
yang hidup pada masa Mesolithikum adalah jenis Homo Sapiens.
Abris Sous Roche adalah goa-goa yang yang dijadikan
tempat tinggal manusia purba pada zaman Mesolithikum dan berfungsi sebagai
tempat perlindungan dari cuaca dan binatang buas. Penyelidikan pertama pada
Abris Sous Roche dilakukan oleh Dr. Van Stein Callenfels tahun 1928-1931 di goa
Lawa dekat Sampung Ponorogo Jawa Timur.
Alat-alat yang ditemukan pada goa tersebut antara lain
alat-alat dari batu seperti ujung panah, flakes, batu pipisan, kapak yang sudah
diasah yang berasal dari zaman Mesolithikum, serta alat-alat dari tulang dan
tanduk rusa.
Di antara alat-alat kehidupan yang ditemukan ternyata
yang paling banyak adalah alat dari tulang sehingga oleh para arkeolog disebut
sebagai Sampung Bone Culture/kebudayaan tulang dari Sampung. Karena goa di
Sampung tidak ditemukan Pebble ataupun kapak pendek yang merupakan inti dari
kebudayaan Mesolithikum. Selain di Sampung, Abris Sous Roche juga ditemukan di
daerah Besuki dan Bojonegoro Jawa Timur. Penelitian terhadap goa di Besuki dan
Bojonegoro ini dilakukan oleh Van Heekeren.
Di Sulawesi Selatan juga banyak ditemukan Abris Sous
Roche terutama di daerah Lomoncong yaitu goa Leang Patae yang di dalamnya
ditemukan flakes, ujung mata panah yang sisi-sisinya bergerigi dan pebble. Di
goa tersebut didiami oleh suku Toala, sehingga oleh tokoh peneliti Fritz
Sarasin dan Paul Sarasin, suku Toala yang sampai sekarang masih ada dianggap
sebagai keturunan langsung penduduk Sulawesi Selatan zaman prasejarah. Untuk
itu kebudayaan Abris Sous Roche di Lomoncong disebut kebudayaan Toala.
Kebudayaan Toala tersebut merupakan kebudayaan Mesolithikum yang berlangsung
sekitar tahun 3000 sampai 1000 SM.
Selain di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, Abris Sous
Roche juga ditemukan di daerah Timor dan Rote. Penelitian terhadap goa tersebut
dilakukan oleh Alfred Buhler yang di dalamnya ditemukan flakes dan ujung mata
panah yang terbuat dari batu indah.
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa zaman
Mesolithikum sesungguhnya memiliki 3 corak kebudayaan yang terdiri dari:
·
Kebudayaan pebble/pebble
culture di Sumatera Timur.
·
Kebudayaan tulang/bone
culture di Sampung Ponorogo
·
Kebudayaan flakes/flakes
culture di Toala, Timor dan Rote
Dengan adanya keberadaan manusia jenis Papua Melanosoide
di Indonesia sebagai pendukung kebudayaan Mesolithikum, maka para arkeolog
melakukan penelitian terhadap penyebaran pebble dan kapak pendek sampai ke
daerah teluk Tonkin daerah asal bangsa Papua Melanosoide. Dari
hasil penyelidikan tersebut, maka ditemukan pusat pebble dan kapak pendek
berasal dari pegunungan Bacson dan daerah Hoabinh, di Asia Tenggara. Tetapi di
daerah tersebut tidak ditemukan flakes, sedangkan di dalam Abris Sous Roche
banyak ditemukan flakes bahkan di pulau Luzon (Filipina) juga ditemukan flakes.
Ada kemungkinan kebudayaan flakes berasal dari daratan Asia, masuk ke Indonesia
melalui Jepang, Formosa dan Philipina. Berdasarkan
uraian materi di atas dapatlah disimpulkan:
·
Kebudayaan Bacson – Hoabinh
yang terdiri dari pebble, kapak pendek serta alat-alat dari tulang masuk ke
Indonesia melalui jalur barat.
·
Kebudayaan flakes masuk
ke Indonesia melalui jalur timur.
Untuk lebih memahami penyebaran kebudayaan Mesolithikum ke Indonesia
Dari uraian materi yang telah disajikan, maka tentu Anda
dapat membandingkan penyebaran kebudayaan Mesolithikum lebih banyak
dibandingkan dengan penyebaran kebudayaan Palaeolithikum. Dengan
demikian masyarakat prasejarah selalu mengalami perkembangan. Pergantian zaman
dari Mesolithikum ke zaman Neolithikum membuktikan bahwa kebudayaannya
mengalami perkembangan dari tingkat sederhana ke tingkat yang lebih kompleks.
3)
Kebudayaan
Neolithikum.
Hasil kebudayaan yang terkenal pada zaman Neolithikum ini
adalah jenis kapak persegi dan kapak lonjong. Untuk meningkatkan
pemahaman Anda tentang perkembangan kapak tersebut, maka amatilah gambar 8 di
bawah ini.
Masih ingatkah Anda nama kapak pada gambar 8? Kalau Anda
ingat nama kapak tersebut berarti Anda masih ingat asal-usul penyebaran kapak
tersebut melalui suatu migrasi bangsa Asia ke Indonesia.
Nama kapak persegi diberikan oleh Van Heine Heldern atas
dasar penampang lintangnya yang berbentuk persegi panjang atau trapesium.
Penampang kapak persegi tersedia dalam berbagai ukuran,
ada yang besar dan kecil. Yang ukuran besar lazim disebut dengan beliung dan
fungsinya sebagai cangkul/pacul. Sedangkan yang ukuran kecil disebut dengan
Tarah/Tatah dan fungsinya sebagai alat pahat/alat untuk mengerjakan kayu
sebagaimana lazimnya pahat.
Bahan untuk membuat kapak tersebut selain dari batu
biasa, juga dibuat dari batu api/chalcedon. Kemungkinan besar kapak yang
terbuat dari calsedon hanya dipergunakan sebagai alat upacara keagamaan, azimat
atau tAnda kebesaran. Untuk lebih jelasnya bentuk kapak persegi dari chalcedon,
maka amatilah gambar 9 berikut ini.
Daerah asal kapak persegi adalah daratan Asia masuk ke
Indonesia melalui jalur barat dan daerah penyebarannya di Indonesia adalah
Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Walaupun kapak persegi berasal dari daratan Asia, tetapi
di Indonesia banyak ditemukan pabrik/tempat pembuatan kapak tersebut yaitu di
Lahat (Sumatera Selatan), Bogor, Sukabumi, Karawang, Tasikmalaya, Pacitan serta
lereng selatan gunung Ijen (Jawa Timur). Pada waktu yang hampir bersamaan
dengan penyebaran kapak persegi, di Indonesia Timur juga tersebar sejenis kapak
yang penampang melintangnya berbentuk lonjong sehingga disebut kapak lonjong.
Untuk mengetahui bentuk kapak lonjong, silahkan Anda
amati gambar 10 berikut ini. Sebagian besar kapak lonjong dibuat dari batu
kali, dan warnanya kehitam-hitaman. Bentuk keseluruhan dari kapak tersebut
adalah bulat telur dengan ujungnya yang lancip menjadi tempat tangkainya,
sedangkan ujung lainnya diasah hingga tajam. Untuk itu bentuk keseluruhan
permukaan kapak lonjong sudah diasah halus.
Ukuran yang dimiliki kapak lonjong yang besar lazim
disebut dengan Walzenbeil dan yang kecil disebut dengan Kleinbeil, sedangkan
fungsi kapak lonjong sama dengan kapak persegi. Daerah penyebaran kapak
lonjong adalah Minahasa, Gerong, Seram, Leti, Tanimbar dan Irian. Dari Irian
kapak lonjong tersebar meluas sampai di Kepulauan Melanesia, sehingga para
arkeolog menyebutkan istilah lain dari kapak lonjong dengan sebutan Neolithikum
Papua.
Pada
jaman Neolithikum selain berkembang kapak persegi dan kapak lonjong juga
terdapat barang-barang yang lain seperti perhiasan, gerabah dan pakaian.
Perhiasan yang banyak ditemukan umumnya terbuat dari batu, baik batu biasa
maupun batu berwarna/batu permata atau juga terbuat dari kulit kerang. Selain
perhiasan, gerabah juga baru dikenal pada zaman Neolithikum, dan teknik
pembuatannya masih sangat sederhana, karena hanya menggunakan tangan tanpa
bantuan roda pemutar seperti sekarang. Sedangkan pakaian yang dikenal oleh
masyarakat pada zaman Neolithikum dapat diketahui melalui suatu kesimpulan
penemuan alat pemukul kayu di daerah Kalimantan dan Sulawesi Selatan. Hal ini
berarti pakaian yang dikenal pada zaman Neolithikum berasal dari kulit kayu.
Dan kesimpulan tersebut diperkuat dengan adanya pakaian suku dayak dan suku
Toraja, yang terbuat dari kulit kayu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar