A.
Pengertian
PPH Pasal 26
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26
adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari
Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain
bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Bentuk usaha tetap merupakan subjek
pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.
Negara domisili dari Wajib Pajak
luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat
kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari
penghasilan tersebut (beneficial owner).
B. Ketentuan
Mengenai Individu atau Perusahaan Yang Dikategorikan Wajib Pajak Luar Negeri
Dari UU No. 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan, bisa disimpulkan bahwa yang menentukan seorang individu atau
perusahaan sebagai Wajib Pajak Luar Negeri, yaitu:
·
Seorang individu yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan atau
berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.
·
Seorang individu yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan atau
berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di
Indonesia.
Melihat ketentuan di atas khususnya perusahaan
yang tidak didirikan atau berada di Indonesia ataupun yang mengoperasikan
usahanya melalui BUT di Indonesia bisa dikenakan PPh Pasal 26. Dan contonya
adalah Google dan Facebook masuk kategori di dalamnya.
C. Pemotong
PPh Pasal 26
1. Badan
Pemerintah;
2. Subjek
Pajak dalam negeri;
3. Penyelenggara
Kegiatan;
4. BUT;
5. Perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia.
D. Tarif
dan Objek PPh Pasal 26
1. 20%
(final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
Luar Negeri berupa :
a. dividen;
b. bunga
termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian
utang;
c. royalti,
sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d. imbalan
sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e. hadiah
dan penghargaan
f. pensiun
dan pembayaran berkala lainnya.
g. Premi
swap dan transaksi lindung lainnya; dan/atau
h. Keuntungan
karena pembebasan utang.
2. 20%
(final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :
a. penghasilan
dari penjualan aset di Indonesia;
b. premi
asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang
kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
3. 20%
(final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan saham
perusahaan antara conduit company atau spesial purpose company yang didirikan
atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang
mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia;
4. 20%
(final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di
Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
5. Tarif
berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia
dengan negara pihak pada persetujuan.
E. Saat
Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26
1. PPh
pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan
terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.
2. Pemotong
PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 (tiga) :
a. lembar
pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;
b. lembar
kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;
c. lembar
ketiga untuk arsip Pemotong.
3. PPh
pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya
setelah bulan saat terutangnya pajak.
4. SPT
Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar
kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20
hari setelah Masa Pajak berakhir.
Contoh: Pemotongan PPh Pasal 26
dilakukan tanggal 24 Mei 2009, penyetoran paling lambat tanggal 10 Juni 2009
dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 Juni 2009.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran
atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 26 bertepatan degan hari libur termasuk
hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan
pada hari kerja berikutnya.
Pengecualian
1. BUT
dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan Kena Pajak
sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia
dengan syarat:
a. Penanaman
kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh
dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan
di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan;
b. dilakukan
dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun
pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut;
c. tidak
melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurangkurangnya dalam
waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai
berproduksi komersil.
2. Badan-badan
Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Contoh
Perhitungan PPH Pasal 26 :
1. PT
ABC memiliki perwakilan di luar negeri dan mengasuransikan bangunan bertingkat
ke perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi pada tahun
1995 sebesar Rp1 miliar. Dengan demikian, penghitungan PPh Pasal 26-nya adalah
sebagai berikut.
·
Perkiraan penghasilan = 50% x
Rp1.000.000.000 = Rp500.000.000,-
·
PPh Pasal 26 = 20% x Rp500.000.000 =
Rp100.000.000 (10% x Rp1.000.000.000)
Sering kali untuk memudahkan proses,
PT ABC bisa saja ikut asuransi melalui perusahaan yang ada di Indonesia, misal
PT XYZ, dengan membayar jumlah premi yang sama sebesar Rp1 miliar. PT XYZ
mengikutkan (reasuransi) perusahaan tersebut ke perusahaan asuransi di luar
negeri, misalnya PT KLM, dengan membayar premi sebesar Rp500 juta. Maka
ketentuan PPh Pasal 26-nya adalah:
·
Perkiraan penghasilan neto = 10% x
Rp500.000.000 = Rp50.000.000
·
PPh Pasal 26 PT ABC = 20% x
Rp50.000.000 = Rp10.000.000 (2% x Rp500.000.000)
2. David
Beckham yang adalah Warga Negara Inggris memiliki 25% saham PT Persipura
Indonesia. Tahun ini Beckham menjual seluruh sahamnya senilai Rp5 miliar kepada
Kaka, seorang Warga Negara Argentina. Asumsikan tidak ada P3B antara Indonesia
dan Argentina serta Inggris sehubungan dengan transaksi tersebut maka besarnya:
PPh Pasal 26 = 20% x 25% x
Rp5.000.000.000 = Rp250.000.000 (dan bersifat final).
Menurut ketentuan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 258/PMK.03/2008 Tanggal 31 Desember 2008 Tentang Pemotongan
Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan dari Penjualan atau Pengalihan
Saham maka:
·
Penghasilan atas penjualan saham
tersebut dikenakan pajak sebesar 20% dari perkiraan Penghasilan Neto, sedangkan
besarnya Penghasilan Neto adalah 25% dari Harga Jual.
·
Jika ada P3B antara negara yang
terkait transaksi tersebut (penjual berstatus sebagai Wajib Pajak Luar Negeri),
pemotongan PPh Pasal 26 hanya dilakukan apabila hak pemajakan berdasarkan P3B
berada pada pihak Indonesia.
Penting bagi Wajib Pajak yang akan
memotong PPh Pasal 26 kepada Wajib Pajak Luar Negeri untuk mengetahui apakah
Wajib Pajak Luar Negeri tersebut berasal dari negara yang mempunyai Tax
Treaty atau P3B dengan Indonesia atau tidak. Sebab ketentuan tarif pajaknya
akan berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar