Selasa, 24 April 2018

PPH Pasal 26


A.    Pengertian PPH Pasal 26
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.
Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).
B.     Ketentuan Mengenai Individu atau Perusahaan Yang Dikategorikan Wajib Pajak Luar Negeri
Dari UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, bisa disimpulkan bahwa yang menentukan seorang individu atau perusahaan sebagai Wajib Pajak Luar Negeri, yaitu:
·         Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
·         Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.
Melihat ketentuan di atas khususnya perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia ataupun yang mengoperasikan usahanya melalui BUT di Indonesia bisa dikenakan PPh Pasal 26. Dan contonya adalah Google dan Facebook masuk kategori di dalamnya.
C.     Pemotong PPh Pasal 26
1.      Badan Pemerintah;
2.      Subjek Pajak dalam negeri;
3.      Penyelenggara Kegiatan;
4.      BUT;
5.      Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia.
D.    Tarif dan Objek PPh Pasal 26
1.      20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri berupa :
a.       dividen;
b.      bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
c.       royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d.      imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e.       hadiah dan penghargaan
f.       pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
g.      Premi swap dan transaksi lindung lainnya; dan/atau
h.      Keuntungan karena pembebasan utang.
2.      20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :
a.       penghasilan dari penjualan aset di Indonesia;
b.      premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
3.      20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara conduit company atau spesial purpose company yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia;
4.      20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
5.      Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.
E.     Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26
1.      PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.
2.      Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 (tiga) :
a.       lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;
b.      lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;
c.       lembar ketiga untuk arsip Pemotong.
3.      PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
4.      SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Contoh: Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2009, penyetoran paling lambat tanggal 10 Juni 2009 dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 Juni 2009.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 26 bertepatan degan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Pengecualian
1.      BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat:
a.       Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan;
b.      dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut;
c.       tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurangkurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil.
2.      Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Contoh Perhitungan PPH Pasal 26 :
1.      PT ABC memiliki perwakilan di luar negeri dan mengasuransikan bangunan bertingkat ke perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi pada tahun 1995 sebesar Rp1 miliar. Dengan demikian, penghitungan PPh Pasal 26-nya adalah sebagai berikut.
·         Perkiraan penghasilan = 50% x Rp1.000.000.000 = Rp500.000.000,-
·         PPh Pasal 26 = 20% x Rp500.000.000 = Rp100.000.000 (10% x Rp1.000.000.000)
Sering kali untuk memudahkan proses, PT ABC bisa saja ikut asuransi melalui perusahaan yang ada di Indonesia, misal PT XYZ, dengan membayar jumlah premi yang sama sebesar Rp1 miliar. PT XYZ mengikutkan (reasuransi) perusahaan tersebut ke perusahaan asuransi di luar negeri, misalnya PT KLM, dengan membayar premi sebesar Rp500 juta. Maka ketentuan PPh Pasal 26-nya adalah:
·         Perkiraan penghasilan neto = 10% x Rp500.000.000 = Rp50.000.000
·         PPh Pasal 26 PT ABC = 20% x Rp50.000.000 = Rp10.000.000 (2% x Rp500.000.000)
2.      David Beckham yang adalah Warga Negara Inggris memiliki 25% saham PT Persipura Indonesia. Tahun ini Beckham menjual seluruh sahamnya senilai Rp5 miliar kepada Kaka, seorang Warga Negara Argentina. Asumsikan tidak ada P3B antara Indonesia dan Argentina serta Inggris sehubungan dengan transaksi tersebut maka besarnya:
PPh Pasal 26 = 20% x 25% x Rp5.000.000.000 = Rp250.000.000 (dan bersifat final).
Menurut ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258/PMK.03/2008 Tanggal 31 Desember 2008 Tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan dari Penjualan atau Pengalihan Saham maka:
·         Penghasilan atas penjualan saham tersebut dikenakan pajak sebesar 20% dari perkiraan Penghasilan Neto, sedangkan besarnya Penghasilan Neto adalah 25% dari Harga Jual.
·         Jika ada P3B antara negara yang terkait transaksi tersebut (penjual berstatus sebagai Wajib Pajak Luar Negeri), pemotongan PPh Pasal 26 hanya dilakukan apabila hak pemajakan berdasarkan P3B berada pada pihak Indonesia.
Penting bagi Wajib Pajak yang akan memotong PPh Pasal 26 kepada Wajib Pajak Luar Negeri untuk mengetahui apakah Wajib Pajak Luar Negeri tersebut berasal dari negara yang mempunyai Tax Treaty atau P3B dengan Indonesia atau tidak. Sebab ketentuan tarif pajaknya akan berbeda.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar